Archive for December 2012
Sejarah Gerakan Mahasiswa (Bagian 3)
Thursday, December 20, 2012
Posted by Unknown
Tag :
Kemahasiswaan
Pada postingan kali ini, akan membahas mengenai gerakan mahasiswa di era NKK/BKK, peristiwa amarah di UMI hingga pada kritikan terhadap gerakan mahasiswa masa kini. Mahasiswa masa kini cenderung reaktif, gerkan terpatah dan tergantung figur pemimpinnya. Banyak mahasiswa kini ber_almamater dengan bau wangi hanya untuk menjadi "boneka" dalam acara hiburan dan talkshow yang tidak berhubungan dengan karakter kemahasiswaannya. Lihat saja di OVJ, Empat Mata, Hitam Putih dsb. Gerakan yang dipenuhi dengan rasa frustasi yang cenderung anarkis. Ini bisa saja dari mahasiswanya, tapi bagi saya adalah ini karena adanya pola yang tidak beres di dalam kampus. Entah itu tendensi psikologis ataupun apa??? Guru kencing berdiri, murid kencing berlari. murid hanyalah akibat dari sebuah sebab (Guru). mungkin juga itu terjadi di dalam kampus.
Era NKK/BKK
Setelah gerakan mahasiswa 1978, praktis tidak ada gerakan besar yang dilakukan mahasiswa selama beberapa tahun akibat diberlakukannya konsep Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK) oleh pemerintah secara paksa.
Kebijakan NKK dilaksanakan berdasarkan SK No.0156/U/1978 sesaat setelah Dooed Yusuf dilantik tahun 1979. Konsep ini mencoba mengarahkan mahasiswa hanya menuju pada jalur kegiatan akademik, dan menjauhkan dari aktivitas politik karena dinilai secara nyata dapat membahayakan posisi rezim. Menyusul pemberlakuan konsep NKK, pemerintah dalam hal ini Pangkopkamtib Soedomo melakukan pembekuan atas lembaga Dewan Mahasiswa, sebagai gantinya pemerintah membentuk struktur keorganisasian baru yang disebut BKK. Berdasarkan SK menteri P&K No.037/U/1979 kebijakan ini membahas tentang Bentuk Susunan Lembaga Organisasi Kemahasiswaan di Lingkungan Perguruan Tinggi, dan dimantapkan dengan penjelasan teknis melalui Instruksi Dirjen Pendidikan Tinggi tahun 1978 tentang pokok-pokok pelaksanaan penataan kembali lembaga kemahasiswaan di Perguruan Tinggi.
Kebijakan BKK itu secara implisif sebenarnya melarang dihidupkannya kembali Dewan Mahasiswa, dan hanya mengijinkan pembentukan organisasi mahasiswa tingkat fakultas (Senat Mahasiswa Fakultas-SMF) dan Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas (BPMF). Namun hal yang terpenting dari SK ini terutama pemberian wewenang kekuasaan kepada rektor dan pembantu rektor untuk menentukan kegiatan mahasiswa, yang menurutnya sebagai wujud tanggung jawab pembentukan, pengarahan, dan pengembangan lembaga kemahasiswaan.
Dengan konsep NKK/BKK ini, maka peranan yang dimainkan organisasi intra dan ekstra kampus dalam melakukan kerjasama dan transaksi komunikasi politik menjadi lumpuh. Ditambah dengan munculnya UU No.8/1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan maka politik praktis semakin tidak diminati oleh mahasiswa, karena sebagian Ormas bahkan menjadi alat pemerintah atau golongan politik tertentu. Kondisi ini menimbulkan generasi kampus yang apatis, sementara posisi rezim semakin kuat.
Sebagai alternatif terhadap suasana birokratis dan apolitis wadah intra kampus, di awal-awal tahun 80-an muncul kelompok-kelompok studi yang dianggap mungkin tidak tersentuh kekuasaan refresif penguasa. Dalam perkembangannya eksistensi kelompok ini mulai digeser oleh kehadiran wadah-wadah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tumbuh subur pula sebagai alternatif gerakan mahasiswa. Jalur perjuangan lain ditempuh oleh para aktivis mahasiswa dengan memakai kendaraan lain untuk menghindari sikap represif pemerintah, yaitu dengan meleburkan diri dan aktif di Organisasi kemahasiswaan ekstra kampus seperti HMI (himpunan mahasiswa islam), PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia), PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia), GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia) atau yang lebih dikenal dengan kelompok Cipayung. Mereka juga membentuk kelompok-kelompok diskusi dan pers mahasiswa.
Beberapa kasus lokal yang disuarakan LSM dan komite aksi mahasiswa antara lain: kasus tanah waduk Kedung Ombo, Kacapiring, korupsi di Bapindo, penghapusan perjudian melalui Porkas/TSSB/SDSB.
Kebijakan NKK dilaksanakan berdasarkan SK No.0156/U/1978 sesaat setelah Dooed Yusuf dilantik tahun 1979. Konsep ini mencoba mengarahkan mahasiswa hanya menuju pada jalur kegiatan akademik, dan menjauhkan dari aktivitas politik karena dinilai secara nyata dapat membahayakan posisi rezim. Menyusul pemberlakuan konsep NKK, pemerintah dalam hal ini Pangkopkamtib Soedomo melakukan pembekuan atas lembaga Dewan Mahasiswa, sebagai gantinya pemerintah membentuk struktur keorganisasian baru yang disebut BKK. Berdasarkan SK menteri P&K No.037/U/1979 kebijakan ini membahas tentang Bentuk Susunan Lembaga Organisasi Kemahasiswaan di Lingkungan Perguruan Tinggi, dan dimantapkan dengan penjelasan teknis melalui Instruksi Dirjen Pendidikan Tinggi tahun 1978 tentang pokok-pokok pelaksanaan penataan kembali lembaga kemahasiswaan di Perguruan Tinggi.
Kebijakan BKK itu secara implisif sebenarnya melarang dihidupkannya kembali Dewan Mahasiswa, dan hanya mengijinkan pembentukan organisasi mahasiswa tingkat fakultas (Senat Mahasiswa Fakultas-SMF) dan Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas (BPMF). Namun hal yang terpenting dari SK ini terutama pemberian wewenang kekuasaan kepada rektor dan pembantu rektor untuk menentukan kegiatan mahasiswa, yang menurutnya sebagai wujud tanggung jawab pembentukan, pengarahan, dan pengembangan lembaga kemahasiswaan.
Dengan konsep NKK/BKK ini, maka peranan yang dimainkan organisasi intra dan ekstra kampus dalam melakukan kerjasama dan transaksi komunikasi politik menjadi lumpuh. Ditambah dengan munculnya UU No.8/1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan maka politik praktis semakin tidak diminati oleh mahasiswa, karena sebagian Ormas bahkan menjadi alat pemerintah atau golongan politik tertentu. Kondisi ini menimbulkan generasi kampus yang apatis, sementara posisi rezim semakin kuat.
Sebagai alternatif terhadap suasana birokratis dan apolitis wadah intra kampus, di awal-awal tahun 80-an muncul kelompok-kelompok studi yang dianggap mungkin tidak tersentuh kekuasaan refresif penguasa. Dalam perkembangannya eksistensi kelompok ini mulai digeser oleh kehadiran wadah-wadah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tumbuh subur pula sebagai alternatif gerakan mahasiswa. Jalur perjuangan lain ditempuh oleh para aktivis mahasiswa dengan memakai kendaraan lain untuk menghindari sikap represif pemerintah, yaitu dengan meleburkan diri dan aktif di Organisasi kemahasiswaan ekstra kampus seperti HMI (himpunan mahasiswa islam), PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia), PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia), GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia) atau yang lebih dikenal dengan kelompok Cipayung. Mereka juga membentuk kelompok-kelompok diskusi dan pers mahasiswa.
Beberapa kasus lokal yang disuarakan LSM dan komite aksi mahasiswa antara lain: kasus tanah waduk Kedung Ombo, Kacapiring, korupsi di Bapindo, penghapusan perjudian melalui Porkas/TSSB/SDSB.
Tahun 1990
Memasuki awal tahun 1990-an, di bawah Mendikbud Fuad Hasan kebijakan NKK/BKK dicabut dan sebagai gantinya keluar Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan (PUOK). Melalui PUOK ini ditetapkan bahwa organisasi kemahasiswaan intra kampus yang diakui adalah Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT), yang didalamnya terdiri dari Senat Mahasiswa Fakultas (SMF) dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM).
Dikalangan mahasiswa secara kelembagaan dan personal terjadi pro kontra, menamggapi SK tersebut. Oleh mereka yang menerima, diakui konsep ini memiliki sejumlah kelemahan namun dipercaya dapat menjadi basis konsolidasi kekuatan gerakan mahasiswa. Argumen mahasiswa yang menolak mengatakan, bahwa konsep SMPT tidak lain hanya semacam hiden agenda untuk menarik mahasiswa ke kampus dan memotong kemungkinan aliansi mahasiswa dengan kekuatan di luar kampus.
Dalam perkembangan kemudian, banyak timbul kekecewaan di berbagai perguruan tinggi karena kegagalan konsep ini. Mahasiswa menuntut organisasi kampus yang mandiri, bebas dari pengaruh korporatisasi negara termasuk birokrasi kampus. Sehingga, tidaklah mengherankan bila akhirnya berdiri Dewan Mahasiswa di UGM tahun 1994 yang kemudian diikuti oleh berbagai perguruan tinggi di tanah air sebagai landasan bagi pendirian model organisasi kemahasiswaan alternatif yang independen.
Dengan dihidupkannya model-model kelembagaan yang lebih independen, meski tidak persis serupa dengan Dewan Mahasiswa yang pernah berjaya sebelumnya upaya perjuangan mahasiswa untuk membangun kemandirian melalui SMPT, menjadi awal kebangkitan kembali mahasiswa ditahun 1990-an.
Gerakan yang menuntut kebebasan berpendapat dalam bentuk kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik di dalam kampus pada 1987 - 1990 sehingga akhirnya demonstrasi bisa dilakukan mahasiswa di dalam kampus perguruan tinggi. Saat itu demonstrasi di luar kampus termasuk menyampaikan aspirasi dengan longmarch ke DPR/DPRD tetap terlarang.
24 April 1996 (Amarah UMI Makassar)
Amarah sendiri adalah pada saat itu, banyak element mahasiswa turun ke jalan atau berdemonstrasi dalam mementang kebijakan pemerintah Kota Makassar menaikkan tarif Pete-pete (tarif angkutan dalam kota), dalam hal ini yang menjabat walikota Makassar waktu itu adalah H. Malik B. masry. April Makassar Berdarah 24 April 1996 lalu berawal saat mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa menentang kenaikan tarif angkutan umum yang telah mendapat persetujuan dari Walikota Makassar, H Malik B Masry. Aksi penolakan tersebut dilakukan selama kurang lebih sepekan secara terus- menerus. Pada 24 April 1996, terjadi bentrokan antara mahasiswa dengan aparat TNI, dimana TNI membalas lemparan mahasiswa dengan tembakan peluru tajam ke arah mahasiswa, bahkan aparat TNI masuk ke dalam kampus dengan membawa tiga unit panser. Tiga orang mahasiswa tewas dalam peristiwa itu masing-masing:
1. Andi Sultan Iskandar (Fakultas Ekonomi),
2. Syaiful Bya (Tekhnik)
3. Tasrif, aktivis mahasiswa UMI.
Tahun 1998
Gerakan 1998 menuntut reformasi dan dihapuskannya "KKN" (korupsi, kolusi dan nepotisme) pada 1997-1998, lewat pendudukan gedung DPR/MPR oleh ribuan mahasiswa, akhirnya memaksa Presiden Soeharto melepaskan jabatannya. Berbagai tindakan represif yang menewaskan aktivis mahasiswa dilakukan pemerintah untuk meredam gerakan ini di antaranya: Peristiwa Cimanggis, Peristiwa Gejayan, Tragedi Trisakti, Tragedi Semanggi I dan II , Tragedi Lampung. Gerakan ini terus berlanjut hingga pemilu.
Tahun 1999-2012an (Pasca Reformasi)
Pasca di tetapkannya UU BHP oleh MK (mahkamah konstitusi) sebagai UU yang inkonstitusional, gerakan mahasiswa cenderung terpatah-patah dan kurang solid. Padahal di balik di tetapkannya UU tersebut, muncul PP (peraturan pemerintah) yang pada dasarnya sama subtansinya. Makassar, yang sejak dulu ,menjadi patron gerakan mahasiswa Indonesia Timur pun kini tak memiliki kesolidan yang baik. Tingginya kepentingan politik masing-masing kampus, menjadikan kegiatan-kegiatan skala nasional kurang berjalan dengan baik. Harmonisasi Indonesia Barat dan Timur seakan dipenuhi nuansa Primordial sehingga temu mahasiswa se Indonesia tak pernah melahirkan satu visi perubahan. Gerakan kemahasiswaan setipa kampus pun kini tak segarang pra reformasi, adanya otonomi kampus dan berbagai aturan akademi kampus menjadikan mahasiswa disibukkan dengan akademik yang bernuansa penuh tekanan psikologis (ntah itu tendensi psikologis maupun tendensi dana). Kebijakan kelembagaan pun tergantung pemimpin yang terpilih. Sehingga memunculkan gejolak didalam diri mahasiswa secara terus menerus namun tidak menghasilkan sebuah perubahan yang signifikan. Hasilnya, hanya melahirkan gerakan mahasiswa yang menganut paham selebrisis (ntah 1 atau puluhan orang aksi, yang penting tutup jalan dan masuk tv), anarkisme gerakan dengan aparat menjadi target gerakan sehingga issue-issue yang diangkat dalam aksi tidak lagi tersampaikan dengan baik. Media hanya merespon reaksi dari aksi tersebut. Inilah gerakan mahasiswa masa kini. Tingginya tendensi kampus mengakibatkan gerakan terpatah-patah, pemimpin yang premature dan aksi yang anarkis. Ditambah lagi, kini mahasiswa tak lagi mengetahui fungsi dasarnya sebagai mahasiswa, mereka tak ubahnya selebriti dengan dandanan kinclong dan jas almamater dengan parfum mahal, dan kemudian hanya mampu teriak “ya ya ya ye ye ye” dan bertepuk tangan disaat menjadi penonton di acara hiburan stasiun tv, yang notabene bukan tempat mereka. Apa bedanya mereka dengan alay tv yah?? Hehehehe…
Namun dibalik cerita tersebut, masih ada segelintir mahasiswa yang punya nurani untuk melakukan perubahan, namun mereka tak terwadahi dengan baik.
Baca Juga artike dibawah ini :
1. Sejarah Gerakan Mahasiswa (bagian 1)
2. Sejarah Gerakan Mahasiswa (bagian 2)
3. Komitemen Berlembaga
Memasuki awal tahun 1990-an, di bawah Mendikbud Fuad Hasan kebijakan NKK/BKK dicabut dan sebagai gantinya keluar Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan (PUOK). Melalui PUOK ini ditetapkan bahwa organisasi kemahasiswaan intra kampus yang diakui adalah Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT), yang didalamnya terdiri dari Senat Mahasiswa Fakultas (SMF) dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM).
Dikalangan mahasiswa secara kelembagaan dan personal terjadi pro kontra, menamggapi SK tersebut. Oleh mereka yang menerima, diakui konsep ini memiliki sejumlah kelemahan namun dipercaya dapat menjadi basis konsolidasi kekuatan gerakan mahasiswa. Argumen mahasiswa yang menolak mengatakan, bahwa konsep SMPT tidak lain hanya semacam hiden agenda untuk menarik mahasiswa ke kampus dan memotong kemungkinan aliansi mahasiswa dengan kekuatan di luar kampus.
Dalam perkembangan kemudian, banyak timbul kekecewaan di berbagai perguruan tinggi karena kegagalan konsep ini. Mahasiswa menuntut organisasi kampus yang mandiri, bebas dari pengaruh korporatisasi negara termasuk birokrasi kampus. Sehingga, tidaklah mengherankan bila akhirnya berdiri Dewan Mahasiswa di UGM tahun 1994 yang kemudian diikuti oleh berbagai perguruan tinggi di tanah air sebagai landasan bagi pendirian model organisasi kemahasiswaan alternatif yang independen.
Dengan dihidupkannya model-model kelembagaan yang lebih independen, meski tidak persis serupa dengan Dewan Mahasiswa yang pernah berjaya sebelumnya upaya perjuangan mahasiswa untuk membangun kemandirian melalui SMPT, menjadi awal kebangkitan kembali mahasiswa ditahun 1990-an.
Gerakan yang menuntut kebebasan berpendapat dalam bentuk kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik di dalam kampus pada 1987 - 1990 sehingga akhirnya demonstrasi bisa dilakukan mahasiswa di dalam kampus perguruan tinggi. Saat itu demonstrasi di luar kampus termasuk menyampaikan aspirasi dengan longmarch ke DPR/DPRD tetap terlarang.
24 April 1996 (Amarah UMI Makassar)
Amarah sendiri adalah pada saat itu, banyak element mahasiswa turun ke jalan atau berdemonstrasi dalam mementang kebijakan pemerintah Kota Makassar menaikkan tarif Pete-pete (tarif angkutan dalam kota), dalam hal ini yang menjabat walikota Makassar waktu itu adalah H. Malik B. masry. April Makassar Berdarah 24 April 1996 lalu berawal saat mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa menentang kenaikan tarif angkutan umum yang telah mendapat persetujuan dari Walikota Makassar, H Malik B Masry. Aksi penolakan tersebut dilakukan selama kurang lebih sepekan secara terus- menerus. Pada 24 April 1996, terjadi bentrokan antara mahasiswa dengan aparat TNI, dimana TNI membalas lemparan mahasiswa dengan tembakan peluru tajam ke arah mahasiswa, bahkan aparat TNI masuk ke dalam kampus dengan membawa tiga unit panser. Tiga orang mahasiswa tewas dalam peristiwa itu masing-masing:
1. Andi Sultan Iskandar (Fakultas Ekonomi),
2. Syaiful Bya (Tekhnik)
3. Tasrif, aktivis mahasiswa UMI.
Tahun 1998
Gerakan 1998 menuntut reformasi dan dihapuskannya "KKN" (korupsi, kolusi dan nepotisme) pada 1997-1998, lewat pendudukan gedung DPR/MPR oleh ribuan mahasiswa, akhirnya memaksa Presiden Soeharto melepaskan jabatannya. Berbagai tindakan represif yang menewaskan aktivis mahasiswa dilakukan pemerintah untuk meredam gerakan ini di antaranya: Peristiwa Cimanggis, Peristiwa Gejayan, Tragedi Trisakti, Tragedi Semanggi I dan II , Tragedi Lampung. Gerakan ini terus berlanjut hingga pemilu.
Tahun 1999-2012an (Pasca Reformasi)
Pasca di tetapkannya UU BHP oleh MK (mahkamah konstitusi) sebagai UU yang inkonstitusional, gerakan mahasiswa cenderung terpatah-patah dan kurang solid. Padahal di balik di tetapkannya UU tersebut, muncul PP (peraturan pemerintah) yang pada dasarnya sama subtansinya. Makassar, yang sejak dulu ,menjadi patron gerakan mahasiswa Indonesia Timur pun kini tak memiliki kesolidan yang baik. Tingginya kepentingan politik masing-masing kampus, menjadikan kegiatan-kegiatan skala nasional kurang berjalan dengan baik. Harmonisasi Indonesia Barat dan Timur seakan dipenuhi nuansa Primordial sehingga temu mahasiswa se Indonesia tak pernah melahirkan satu visi perubahan. Gerakan kemahasiswaan setipa kampus pun kini tak segarang pra reformasi, adanya otonomi kampus dan berbagai aturan akademi kampus menjadikan mahasiswa disibukkan dengan akademik yang bernuansa penuh tekanan psikologis (ntah itu tendensi psikologis maupun tendensi dana). Kebijakan kelembagaan pun tergantung pemimpin yang terpilih. Sehingga memunculkan gejolak didalam diri mahasiswa secara terus menerus namun tidak menghasilkan sebuah perubahan yang signifikan. Hasilnya, hanya melahirkan gerakan mahasiswa yang menganut paham selebrisis (ntah 1 atau puluhan orang aksi, yang penting tutup jalan dan masuk tv), anarkisme gerakan dengan aparat menjadi target gerakan sehingga issue-issue yang diangkat dalam aksi tidak lagi tersampaikan dengan baik. Media hanya merespon reaksi dari aksi tersebut. Inilah gerakan mahasiswa masa kini. Tingginya tendensi kampus mengakibatkan gerakan terpatah-patah, pemimpin yang premature dan aksi yang anarkis. Ditambah lagi, kini mahasiswa tak lagi mengetahui fungsi dasarnya sebagai mahasiswa, mereka tak ubahnya selebriti dengan dandanan kinclong dan jas almamater dengan parfum mahal, dan kemudian hanya mampu teriak “ya ya ya ye ye ye” dan bertepuk tangan disaat menjadi penonton di acara hiburan stasiun tv, yang notabene bukan tempat mereka. Apa bedanya mereka dengan alay tv yah?? Hehehehe…
Namun dibalik cerita tersebut, masih ada segelintir mahasiswa yang punya nurani untuk melakukan perubahan, namun mereka tak terwadahi dengan baik.
Baca Juga artike dibawah ini :
1. Sejarah Gerakan Mahasiswa (bagian 1)
2. Sejarah Gerakan Mahasiswa (bagian 2)
3. Komitemen Berlembaga
Lebih Baik di asingkan daripada menyerah pada kemunafikan (Soe Hok Gie)
Narasi
ini saya tulis sebagai pengantar sebelum membaca poringan kali ini.
Sejarah Gerakan Mahasiswa (bagian 2) berisi tentang gerakan-gerakan
kepemudaan yang terorganisir pasca kemerdekaan, mulai dari kedekatan
mahasiswa dengan militer hingga pada konfrontasi terhadap militer di
orde baru, sampai pada peristiwa MALARI yang memakan banyak korban.
Berikut ulasannya :
Tahun 1966
Sejak
kemerdekaan, muncul kebutuhan akan aliansi antara kelompok-kelompok mahasiswa,
di antaranya Perserikatan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia (PPMI), yang dibentuk
melalui Kongres Mahasiswa yang pertama di Malang tahun 1947.
Selanjutnya,
dalam masa Demokrasi Liberal (1950-1959), seiring dengan penerapan sistem
kepartaian yang majemuk saat itu, organisasi mahasiswa ekstra kampus kebanyakan
merupakan organisasi dibawah partai-partai politik. Misalnya, PMKRI Perhimpunan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia dengan Partai Katholik,Gerakan Mahasiswa
Nasional Indonesia
(GMNI) dekat dengan PNI, Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) dekat dengan PKI, Gerakan Mahasiswa Sosialis Indonesia (Gemsos) dengan PSI, Pergerakan Mahasiswa
Islam Indonesia
(PMII) berafiliasi dengan Partai NU, Himpunan Mahasiswa
Islam (HMI)
dengan Masyumi, dan lain-lain.
Di
antara organisasi mahasiswa pada masa itu, CGMI lebih menonjol setelah PKI
tampil sebagai salah satu partai kuat hasil Pemilu 1955. CGMI secara berani
menjalankan politik konfrontasi dengan organisasi mahasiswa lainnya, bahkan
lebih jauh berusaha memengaruhi PPMI, kenyataan ini menyebabkan perseteruan
sengit antara CGMI dengan HMI dan, terutama dipicu karena banyaknya jabatan
kepengurusan dalam PPMI yang direbut dan diduduki oleh CGMI dan juga
GMNI-khususnya setelah Konggres V tahun 1961.
Mahasiswa
membentuk Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) tanggal 25 Oktober 1966 yang
merupakan hasil kesepakatan sejumlah organisasi yang berhasil dipertemukan oleh
Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pendidikan (PTIP) Mayjen dr. Syarief Thayeb,
yakni PMKRI, HMI,PMII,Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Sekretariat
Bersama Organisasi-organisasi Lokal (SOMAL), Mahasiswa Pancasila (Mapancas),
dan Ikatan Pers Mahasiswa (IPMI). Tujuan pendiriannya, terutama agar para
aktivis mahasiswa dalam melancarkan perlawanan terhadap PKI menjadi lebih
terkoordinasi dan memiliki kepemimpinan.
Munculnya
KAMI diikuti berbagai aksi lainnya, seperti Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia
(KAPI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Sarjana
Indonesia (KASI), dan lain-lain.
Pada
tahun 1965
dan 1966,
pemuda dan mahasiswa Indonesia banyak terlibat dalam perjuangan yang ikut
mendirikan Orde Baru. Gerakan ini dikenal
dengan istilah Angkatan '66, yang menjadi awal kebangkitan gerakan mahasiswa
secara nasional, sementara sebelumnya gerakan-gerakan mahasiswa masih bersifat
kedaerahan. Tokoh-tokoh mahasiswa saat itu adalah mereka yang kemudian berada
pada lingkar kekuasaan Orde Baru, di antaranya Cosmas Batubara (Eks Ketua Presidium KAMI Pusat), Sofyan Wanandi, Yusuf Wanandi ketiganya dari PMKRI,Akbar Tanjung
dari HMI dll. Angkatan '66 mengangkat isu Komunis
sebagai bahaya laten negara. Gerakan ini berhasil membangun kepercayaan
masyarakat untuk mendukung mahasiswa menentang Komunis yang ditukangi oleh PKI (Partai Komunis
Indonesia). Setelah Orde Lama berakhir, aktivis Angkatan
'66 pun mendapat hadiah yaitu dengan banyak yang duduk di kursi DPR/MPR serta
diangkat dalam kabibet pemerintahan Orde Baru. di masa ini ada salah satu tokoh
yang sangat idealis,yang sampai sekarang menjadi panutan bagi
mahasiswa-mahasiswa yang idealis setelah masanya,dia adalah seorang aktivis
yang tidak peduli mau dimusuhi atau didekati yang penting pandangan idealisnya
tercurahkan untuk bangsa ini,dia adalah soe hok gie
Tahun 1974
Realitas
berbeda yang dihadapi antara gerakan mahasiswa 1966 dan 1974, adalah bahwa jika
generasi 1966 memiliki hubungan yang erat dengan kekuatan militer, untuk
generasi 1974 yang dialami adalah konfrontasi dengan militer.
Sebelum
gerakan mahasiswa 1974 meledak, bahkan sebelum menginjak awal 1970-an,
sebenarnya para mahasiswa telah melancarkan berbagai kritik dan koreksi
terhadap praktek kekuasaan rezim Orde Baru, seperti (1) Golput yang menentang pelaksanaan pemilu pertama di masa Orde
Baru pada 1972 karena Golkar dinilai curang. dan (2). Gerakan
menentang pembangunan Taman Mini Indonesia Indah pada 1972 yang menggusur banyak
rakyat kecil yang tinggal di lokasi tersebut.
Diawali
dengan reaksi terhadap kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), aksi protes
lainnya yang paling mengemuka disuarakan mahasiswa adalah tuntutan
pemberantasan korupsi. Lahirlah, selanjutnya apa yang disebut gerakan
"Mahasiswa Menggugat" yang dimotori Arif Budiman yang progaram utamanya
adalah aksi pengecaman terhadap kenaikan BBM, dan korupsi.
Menyusul
aksi-aksi lain dalam skala yang lebih luas, pada 1970 pemuda dan mahasiswa
kemudian mengambil inisiatif dengan membentuk Komite Anti Korupsi (KAK) yang
diketuai oleh Wilopo. Terbentuknya KAK ini
dapat dilihat merupakan reaksi kekecewaan mahasiswa terhadap tim-tim khusus
yang disponsori pemerintah, mulai dari Tim Pemberantasan Korupsi (TPK), Task
Force UI sampai Komisi Empat.
Berbagai
borok pembangunan dan demoralisasi perilaku kekuasaan rezim Orde Baru terus
mencuat. Menjelang Pemilu 1971, pemerintah Orde Baru telah melakukan berbagai
cara dalam bentuk rekayasa politik, untuk mempertahankan dan memapankan status
quo dengan mengkooptasi kekuatan-kekuatan politik masyarakat antara lain
melalui bentuk perundang-undangan. Misalnya, melalui undang-undang yang
mengatur tentang pemilu, partai politik, dan MPR/DPR/DPRD.
Muncul
berbagai pernyataan sikap ketidakpercayaan dari kalangan masyarakat maupun
mahasiswa terhadap sembilan partai politik dan Golongan Karya sebagai pembawa
aspirasi rakyat. Sebagai bentuk protes akibat kekecewaan, mereka mendorang
munculnya Deklarasi Golongan Putih (Golput) pada tanggal 28 Mei
1971
yang dimotori oleh Arif Budiman, Adnan Buyung
Nasution, Asmara Nababan.
Dalam
tahun 1972, mahasiswa juga telah melancarkan berbagai protes terhadap
pemborosan anggaran negara yang digunakan untuk proyek-proyek eksklusif yang
dinilai tidak mendesak dalam pembangunan,misalnya terhadap proyek pembangunan Taman Mini Indonesia
Indah
(TMII) di saat Indonesia haus akan bantuan luar negeri.
Protes
terus berlanjut. Tahun 1972, dengan isu harga beras naik, berikutnya tahun 1973
selalu diwarnai dengan isu korupsi sampai dengan meletusnya demonstrasi
memprotes PM Jepang Kakuei Tanaka yang datang ke Indonesia
dan peristiwa Malari pada 15 Januari
1974.
Gerakan mahasiswa di Jakarta meneriakan isu "ganyang korupsi" sebagai
salah satu tuntutan "Tritura Baru" disamping dua tuntutan lainnya
Bubarkan Asisten Pribadi dan Turunkan Harga; sebuah versi terakhir Tritura yang
muncul setelah versi koran Mahasiswa Indonesia di Bandung sebelumnya. Gerakan
ini berbuntut dihapuskannya jabatan Asisten Pribadi Presiden.
Tahun 1977-1978
Setelah
peristiwa Malari, hingga tahun 1975 dan 1976, berita tentang aksi protes
mahasiswa nyaris sepi. Mahasiswa disibukkan dengan berbagai kegiatan kampus
disamping kuliah sebagain kegiatan rutin, dihiasi dengan aktivitas kerja
sosial, Kuliah Kerja Nyata (KKN), Dies Natalis, acara penerimaan mahasiswa
baru, dan wisuda sarjana. Meskipun disana-sini aksi protes kecil tetap ada.
Menjelang
dan terutama saat-saat antara sebelum dan setelah Pemilu 1977, barulah muncul
kembali pergolakan mahasiswa yang berskala masif. Berbagai masalah penyimpangan
politik diangkat sebagai isu, misalnya soal pemilu mulai dari pelaksanaan
kampanye, sampai penusukan tanda gambar, pola rekruitmen anggota legislatif,
pemilihan gubernur dan bupati di daerah-daerah, strategi dan hakekat
pembangunan, sampai dengan tema-tema kecil lainnya yang bersifat lokal. Gerakan
ini juga mengkritik strategi pembangunan dan kepemimpinan nasional.
Awalnya,
pemerintah berusaha untuk melakukan pendekatan terhadap mahasiswa, maka pada
tanggal 24 Juli 1977 dibentuklah Tim Dialog Pemerintah yang akan berkampanye di
berbagai perguruan tinggi. Namun demikian, upaya tim ini ditolak oleh
mahasiswa. Pada periode ini terjadinya pendudukan militer atas kampus-kampus
karena mahasiswa dianggap telah melakukan pembangkangan politik, penyebab lain
adalah karena gerakan mahasiswa 1978 lebih banyak berkonsentrasi dalam
melakukan aksi diwilayah kampus. Karena gerakan mahasiswa tidak terpancing
keluar kampus untuk menghindari peristiwa tahun 1974, maka akhirnya mereka
diserbu militer dengan cara yang brutal. Hal ini kemudian diikuti oleh
dihapuskannya Dewan Mahasiswa dan diterapkannya kebijakan NKK/BKK
di seluruh Indonesia.
Soeharto
terpilih untuk ketiga kalinya dan tuntutan mahasiswa pun tidak membuahkan
hasil. Meski demikian, perjuangan gerakan mahasiswa 1978 telah meletakkan
sebuah dasar sejarah, yakni tumbuhnya keberanian mahasiswa untuk menyatakan
sikap terbuka untuk menggugat bahkan menolak kepemimpinan nasional.
Gerakan
bersifat nasional namun tertutup dalam kampus, Oktober 1977
Gerakan
mahasiswa tahun 1977/1978 ini tidak hanya berporos di Jakarta dan Bandung saja
namun meluas secara nasional meliputi kampus-kampus di kota Surabaya,
Medan,
Bogor,
Ujungpandang (sekarang Makassar), dan Palembang.
28 Oktober 1977, delapan ribu anak muda menyemut di depan kampus ITB. Mereka
berikrar satu suara, "Turunkan Suharto!"
Besoknya, semua yang berteriak, raib ditelan terali besi. Kampus segera
berstatus darurat perang. Namun, sekejap kembali tentram.
Peringatan
Hari Pahlawan 10 November 1977,
berkumpulnya mahasiswa kembali 10
November 1977 di Surabaya dipenuhi tiga ribu jiwa muda. Setelah peristiwa di ITB pada Oktober 1977, giliran
Kampus ITS
Baliwerti beraksi. Dengan semangat pahlawan, berbagai pimpinan mahasiswa
se-Jawa hadir memperingati hari Pahlawan 1977. Seribu mahasiswa berkumpul,
kemudian berjalan kaki dari Baliwerti menuju Tugu Pahlawan. Sejak
pertemuan 28 Oktober di Bandung, ITS didaulat menjadi pusat konsentrasi gerakan
di front timur. Hari pahlawan dianggap cocok membangkitkan nurani yang hilang.
Kemudian disepakati pusat pertemuan nasional pimpinan mahasiswa di Surabaya. Sementara
di kota-kota lain, peringatan hari Pahlawan juga semarak. Di Jakarta, 6000
mahasiswa berjalan kaki lima kilometer dari Rawamangun (kampus IKIP) menuju
Salemba (kampus UI), membentangkan spanduk,"Padamu Pahlawan Kami
Mengadu". Juga dengan pengawalan ketat tentara.
Acara
hari itu, berwarna sajak puisi serta hentak orasi. Suasana haru-biru, mulai
membuat gerah. Beberapa batalyon tempur sudah ditempatkan mengitari
kampus-kampus Surabaya. Sepanjang jalan ditutup, mahasiswa tak boleh merapat
pada rakyat. Aksi mereka dibungkam dengan cerdik.
Konsolidasi
berlangsung terus. Tuntutan agar Soeharto turun masih menggema jelas,
menggegerkan semua pihak. Banyak korban akhirnya jatuh. Termasuk media-media
nasional yang ikut mengabarkan, dibubarkan paksa. Pimpinan
Dewan Mahasiswa (DM) ITS rutin berkontribusi pada tiap pernyataan sikap secara
nasional. Senat mahasiswa fakultas tak henti mendorong dinamisasi ini. Mereka
bergerak satu suara. Termasuk mendukung Ikrar Mahasiswa 1977. Isinya hanya tiga
poin namun berarti. "Kembali pada Pancasila dan UUD 45, meminta
pertanggungjawaban presiden, dan bersumpah setia bersama rakyat menegakan
kebenaran dan keadilan"
Peringatan
Tritura 10 Januari 1978, dihentikannya gerakan oleh penguasa
Peringatan
12 tahun Tritura, 10 Januari 1978, peringatan 12 tahun Tritura itu jadi awal
sekaligus akhir. Penguasa menganggap mahasiswa sudah di luar toleransi.
Dimulailah penyebaran benih-benih teror dan pengekangan. Sejak
awal 1978, 200 aktivis mahasiswa ditahan tanpa sebab. Bukan hanya dikurung,
sebagian mereka diintimidasi lewat interogasi. Banyak yang dipaksa mengaku
pemberontak negara.
Tentara
pun tidak sungkan lagi masuk kampus. Berikutnya, ITB kedatangan pria loreng
bersenjata. Rumah rektornya secara misterius ditembaki orang tak dikenal. Di
UI, panser juga masuk kampus. Wajah mereka garang, lembaga pendidikan sudah
menjadi medan perang. Kemudian hari, dua rektor kampus besar itu secara semena-mena
dicopot dari jabatannya. Alasannya, terlalu melindungi anak didiknya yang keras
kepala.
Baca Juga artike dibawah ini :
1. Sejarah Gerakan Mahasiswa (bagian 1)
2. Sejarah Gerakan Mahasiswa (bagian 3)
3. Komitemen Berlembaga
Di
ITS, delapan fungsionaris DM masuk "daftar dicari" Detasemen Polisi
Militer. Sepulang aksi dari Jakarta, di depan kos mereka sudah ditunggui
sekompi tentara. Rektor ITS waktu itu, Prof Mahmud Zaki, ditekan langsung oleh
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk segera membubarkan aksi dan men-drop
out para pelakunya. Sikap rektor seragam, sebisa mungkin ia melindungi
anak-anaknya. Beberapa
berhasil tertangkap, sisanya bergerilya dari satu rumah ke rumah lain. Dalam
proses tersebut, mahasiswa tetap "bergerak". Selama masih ada wajah
yang aman dari daftar, mereka tetap konsolidasi, sembunyi-sembunyi. Pergolakan
kampus masih panas, walau Para Rektor berusaha menutupi, intelejen masih bisa
membaca jelas.
1. Sejarah Gerakan Mahasiswa (bagian 1)
2. Sejarah Gerakan Mahasiswa (bagian 3)
3. Komitemen Berlembaga
Salam kasih untuk kita semua. Pada Postingan kali ini, saya mencoba menulis sejarah gerakan mahasiswa yang terjadi di era Pra Kemerdekaan. Dimana kekuatan pemuda di tahun 1908 yang selalu kita rayakan sebagai momentum kebangkitan nasional. Hingga pada deklarasi sumpah pemuda di tahun 1928. Dan yang terpenting adalah peran pemuda di tahun 1945 yang dikenal sebagai peristiwa Rengasdengklok sesaat sebelum memproklamasikan kemerdekaan. berikut uraiannya :
Tahun
1908 - 1928
Boedi Oetomo, merupakan wadah
perjuangan yang pertama kali memiliki struktur pengorganisasian modern.
Didirikan di Jakarta, 20 Mei 1908 oleh pemuda-pelajar-mahasiswa dari lembaga
pendidikan STOVIA, wadah ini merupakan refleksi sikap kritis dan keresahan
intelektual terlepas dari primordialisme Jawa yang ditampilkannya.
Pada konggres yang pertama di
Yogyakarta, tanggal 5 Oktober 1908 menetapkan tujuan perkumpulan :
Kemajuan yang selaras buat negeri dan bangsa, terutama dengan memajukan
pengajaran, pertanian, peternakan dan dagang, teknik dan industri, serta
kebudayaan.
Dalam 5 tahun permulaan BU sebagai
perkumpulan, tempat keinginan-keinginan bergerak maju dapat dikeluarkan, tempat
kebaktian terhadap bangsa dinyatakan, mempunyai kedudukan monopoli dan oleh
karena itu BU maju pesat, tercatat akhir tahun 1909 telah mempunyai 40 cabang
dengan lk.10.000 anggota.
Disamping itu, para mahasiswa
Indonesia yang sedang belajar di Belanda, salah satunya Mohammad Hatta yang
saat itu sedang belajar di Nederland Handelshogeschool di Rotterdam mendirikan
Indische Vereeninging yang kemudian berubah nama menjadi Indonesische
Vereeninging tahun 1922, disesuaikan dengan perkembangan dari pusat kegiatan
diskusi menjadi wadah yang berorientasi politik dengan jelas. Dan terakhir
untuk lebih mempertegas identitas nasionalisme yang diperjuangkan, organisasi
ini kembali berganti nama baru menjadi Perhimpunan Indonesia, tahun 1925.
Berdirinya Indische Vereeninging dan
organisasi-organisasi lain,seperti: Indische Partij yang melontarkan propaganda
kemerdekaan Indonesia, Sarekat Islam, dan Muhammadiyah yang beraliran
nasionalis demokratis dengan dasar agama, Indische Sociaal Democratische
Vereeninging (ISDV) yang berhaluan Marxisme, menambah jumlah haluan dan
cita-cita terutama ke arah politik. Hal ini di satu sisi membantu perjuangan
rakyat Indonesia, tetapi di sisi lain sangat melemahkan BU karena banyak orang
kemudian memandang BU terlalu lembek oleh karena hanya menuju "kemajuan
yang selaras" dan terlalu sempit keanggotaannya (hanya untuk daerah yang
berkebudayaan Jawa) meninggalkan BU. Oleh karena cita-cita dan pemandangan umum
berubah ke arah politik, BU juga akhirnya terpaksa terjun ke lapangan politik.
Kehadiran Boedi Oetomo,Indische
Vereeninging, dll pada masa itu merupakan suatu episode sejarah yang menandai
munculnya sebuah angkatan pembaharu dengan kaum terpelajar dan mahasiswa
sebagai aktor terdepannya, yang pertama dalam sejarah Indonesia : generasi
1908, dengan misi utamanya menumbuhkan kesadaran kebangsaan dan hak-hak
kemanusiaan dikalangan rakyat Indonesia untuk memperoleh kemerdekaan, dan
mendorong semangat rakyat melalui penerangan-penerangan pendidikan yang mereka
berikan, untuk berjuang membebaskan diri dari penindasan kolonialisme.
Tahun
1928
Pada pertengahan 1923, serombongan
mahasiswa yang bergabung dalam Indonesische Vereeninging (nantinya berubah
menjadi Perhimpunan Indonesia) kembali ke tanah air. Kecewa dengan perkembangan
kekuatan-kekuatan perjuangan di Indonesia, dan melihat situasi politik yang di
hadapi, mereka membentuk kelompok studi yang dikenal amat berpengaruh, karena
keaktifannya dalam diskursus kebangsaan saat itu. Pertama, adalah Kelompok
Studi Indonesia (Indonesische Studie-club) yang dibentuk di Surabaya pada
tanggal 29 Oktober 1924 oleh Soetomo. Kedua, Kelompok Studi Umum (Algemeene
Studie-club) direalisasikan oleh para nasionalis dan mahasiswa Sekolah Tinggi
Teknik di Bandung yang dimotori oleh Soekarno pada tanggal 11 Juli 1925.
Diinspirasi oleh pembentukan
Kelompok Studi Surabaya dan Bandung, menyusul kemudian Perhimpunan Pelajar
Pelajar Indonesia (PPPI), prototipe organisasi yang menghimpun seluruh elemen
gerakan mahasiswa yang bersifat kebangsaan tahun 1926, Kelompok Studi St.
Bellarmius yang menjadi wadah mahasiswa Katolik, Cristelijke Studenten
Vereninging (CSV) bagi mahasiswa Kristen, dan Studenten Islam Studie-club (SIS)
bagi mahasiswa Islam pada tahun 1930-an.
Dari kebangkitan kaum terpelajar,
mahasiswa, intelektual, dan aktivis pemuda itulah, munculnya generasi baru
pemuda Indonesia yang memunculkan Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928.
Sumpah Pemuda dicetuskan melalui Konggres Pemuda II yang berlangsung di Jakarta
pada 26-28 Oktober 1928, dimotori oleh PPPI.
Tahun
1945
Dalam perkembangan berikutnya, dari
dinamika pergerakan nasional yang ditandai dengan kehadiran kelompok-kelompok
studi, dan akibat pengaruh sikap penguasa Belanda yang menjadi Liberal, muncul
kebutuhan baru untuk menjadi partai politik, terutama dengan tujuan memperoleh
basis massa yang luas. Kelompok Studi Indonesia berubah menjadi Partai Bangsa
Indonesia (PBI), sedangkan Kelompok Studi Umum menjadi Perserikatan Nasional
Indonesia (PNI).
Secara umum kondisi pendidikan
maupun kehidupan politik pada zaman pemerintahan Jepang jauh lebih represif
dibandingkan dengan kolonial Belanda, antara lain dengan melakukan pelarangan
terhadap segala kegiatan yang berbau politik; dan hal ini ditindak lanjuti
dengan membubarkan segala organisasi pelajar dan mahasiswa, termasuk partai
politik, serta insiden kecil di Sekolah Tinggi Kedokteran Jakarta yang
mengakibatkan mahasiswa dipecat dan dipenjarakan.
Praktis, akibat kondisi yang vacuum
tersebut, maka mahasiswa kebanyakan akhirnya memilih untuk lebih mengarahkan
kegiatan dengan berkumpul dan berdiskusi, bersama para pemuda lainnya terutama
di asrama-asrama. Tiga asrama yang terkenal dalam sejarah, berperan besar dalam
melahirkan sejumlah tokoh, adalah Asrama Menteng Raya, Asrama Cikini, dan
Asrama Kebon Sirih. Tokoh-tokoh inilah yang nantinya menjadi cikal bakal
generasi 1945, yang menentukan kehidupan bangsa.
Salah satu peran angkatan muda 1945
yang bersejarah, dalam kasus gerakan kelompok bawah tanah yang antara lain
dipimpin oleh Chairul Saleh dan Soekarni saat itu, yang terpaksa menculik dan
mendesak Soekarno dan Hatta agar secepatnya memproklamirkan kemerdekaan,
peristiwa ini dikenal kemudian dengan peristiwa Rengasdengklok.
Baca Juga artike dibawah ini :
1. Sejarah Gerakan Mahasiswa (bagian 2)
2. Sejarah Gerakan Mahasiswa (bagian 3)
3. Komitemen Berlembaga
Semoga bermanfaat
Baca Juga artike dibawah ini :
1. Sejarah Gerakan Mahasiswa (bagian 2)
2. Sejarah Gerakan Mahasiswa (bagian 3)
3. Komitemen Berlembaga
Semoga bermanfaat
Pembelajaran
merupakan suatu proses interaksi peserta
didik dengan pendidik dan sumber belajar pada satu lingkungan belajar yang dilakukan secara aktif. Proses pembelajaran di kelas seharusnya sudah mengarah kepada peran aktif siswa (student centered). Pembelajaran yang bersifat student centered menggunakan teori belajar konstruktivistik yang membantu siswa untuk membentuk kembali, atau mentransformasi
informasi baru sehingga menghasilkan suatu kreasi pemahaman baru.
Salah satu alternatif model pembelajaran
yang berlandaskan paradigma
konstruktivistik adalah Children Learning in Science (CLIS).
Model CLIS
dikemukakan oleh Driver di Inggris. Children’s
Learning In Science (CLIS) berarti anak belajar dalam sains. Sciences
dalam bahasa Indonesia ditulis
sains atau Ilmu Pengetahuan Alam, didefinisikan sebagai suatu kumpulan pengetahuan tersusun
secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada
gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi
oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah (Rohadi, 2001). Conant dalam Subiyanto
(1990), mendefinisikan sains sebagai bangunan
konsep yang saling berhubungan sebagai hasil dari eksperimen dan
observasi. Sedangkan
menurut Fisher dalam Riyanto (2000), sains adalah bangunan pengetahuan yang
diperoleh menggunakan metode berdasarkan observasi, dengan adanya konsep-konsep baru
tersebut kemudian akan mendorong dilakukannya
eksperimen.
Berdasarkan definisi
sains dapat diketahui bahwa ada dua aspek yang penting dari sains yaitu proses
sains dan produk sains. Proses sains adalah metode, prosedur dan cara-cara
untuk menyelidiki dan memecahkan masalah-masalah sains. Sedangkan produk sains
adalah hasil dari proses berupa fakta, prinsip, konsep dan hukum sains
(Claxton, 1991 dalam Riyanto, 2000). Unsur Sains meliputi proses, sikap dan
produk, maka pembelajaran sains hendaknya dapat melibatkan siswa dengan ketiga
unsur tersebut. Artinya tidak menekankan pada salah satu unsur dan mengabaikan
unsur lain, melalui keterlibatan ini siswa diharapkan memiliki sikap ilmiah
(jujur, teliti, ulet, tekun dan disiplin).
Dari beberapa
penelitian sebelumnya, mengungkapkan bahwa pengaruh model pembelajaran
CLIS pada pokok bahasan tertentu dapat meningkatkan
pemahaman konsep siswa. Kajian lain
menyimpulkan bahwa terdapat peningkatan hasil belajar siswa pada ranah kognitif, efektif,
dan psikomotor setelah diimplementasikan model
CLIS yang telah dikembangkan.
Model Pembelajaran Clis
Dengan Menggunakan Media Pembelajaran
Children Learning in Science (CLIS) merupakan model pembelajaran yang mempunyai karakteristik yang dilandasi paradigma
konstruktivisme dengan memperhatikan pengetahuan awal siswa. Pembelajaran
berpusat pada siswa melalui aktivitas hands on/ minds on.
Model pembelajaran CLIS
memiliki karakteristik :
- Dilandasi oleh pandangan konstruktivisme.
- Pembelajaran berpusat pada siswa.
- Melakukan aktivitas hands-on/ mind-on
- Menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar.
Model Pembelajaran CLIS
memiliki lima tahapan yaitu :
- Orientasi. Guru memusatkan perhatian siswa terhadap materi yang akan dipelajari berhubungan dengan kehidupan sehari-hari mereka.
- Pemunculan gagasan. Guru memunculkan konsepsi awal siswa.
- Penyusunan gagasan ulang, dengan melalui langkah sebagai berikut: (a) Pengungkapan dan pertukaran gagasan ; siswa membentuk kelompok kecil, dan melakukan diskusi pengamatan dari tahap pemunculan gagasan. (b) Pembukaan situasi dan konflik ; Siswa mencari pengertian ilmiah yang sedang dipelajari. Siswa mencari beberapa perbedaan antara konsepsi awal mereka dengan konsepsi ilmiah. (c) Konstruksi gagasan baru dan evaluasi ; Mengevaluasi gagasan yang sesuai dengan materi yang sedang dipelajari untuk mengkonstruksi gagasan baru.
- Penerapan gagasan. Setiap kelompok diberi pengamatan dan percobaan baru yang lebih kompleks tetapi memiliki keterkaitan dengan konsep yang sedang dipelajari. Sehingga pengetahuan siswa menjadi bertambah dan berkembang.
- Mengkaji ulang perubahan gagasan. Guru memperkuat konsep ilmiah yang diperoleh siswa.
Penggunaan media pembelajaran pada model CLIS dimaksudkan
sebagai alat bantu ajar yang mendampingi
guru agar siswa lebih mudah memahami sesuatu dari materi yang diajarkan.
Semoga Bermanfaat
Silahkan dikomentari agar terjadi transfer saran dan kritikan yang saling membangun
Konsep belajar juga dikenal sebagai
kategori pembelajaran dan pencapaian konsep, sebagian
besar didasarkan pada karya-karya psikolog kognitif
Jerome Bruner. Bruner, Goodnow, & Austin (1967)
pencapaian konsep yang didefinisikan (atau belajar konsep) sebagai
"pencarian dan daftar atribut yang dapat digunakan untuk membedakan eksamplar
dan non eksamplar dari
berbagai kategori.
Lebih sederhananya, konsep kategori mental yang membantu kita
mengklasifikasikan benda-benda, peristiwa, atau ide-ide dan masing-masing
objek, peristiwa, atau ide memiliki seperangkat fitur yang relevan.
Dengan
demikian, konsep pembelajaran merupakan strategi yang mengharuskan seorang pelajar untuk membandingkan kelompok
kontras dan atau kategori yang berisi fitur-konsep yang relevan dengan kelompok
atau kategori yang tidak berisi fitur-konsep yang relevan. (Bruce Joice dkk, 1980 :37)
Kemampuan pemahaman konsep dalam
pembelajaran fisika adalah tingkat kemampuan yang menuntut siswa mampu memahami
arti atau konsep, situasi serta fakta yang diketahuinya. Dalam hal ini, siswa
tidak hanya hapal secara verbal, tetapi mengerti atau paham terhadap konsep
atau fakta yang dinyatakannya.
Selanjutnya, Agus Martawijaya dan
Muhammad Natsir (2009 : 30) mengemukakan
bahwa : pemahaman berkenaan
dengan inti sari dari sesuatu, yaitu suatu bentuk pengertian yang menyebabkan
seseorang mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat menggunakan
materi itu tanpa harus menghubungkannya dengan materi lain. Pemahaman dapat
dibedakan atas :
- Translasi, yaitu kemampuan untuk memahami suatu materi atau ide yang dinyatakan dengan cara asli yang di kenal sebelumnya.
- Interpretasi, yaitu kemampuan untuk memahami suatu materi atau ide yang direkam, di ubah, atau di susun dalam bentuk lain (grafik, tabel, atau diagram).
- Ekstrapolasi, yaitu kemampuan untuk meramalkan kelanjutan kecenderungan yang ada menurut data tertentu dengan mengemukakan akibat, konsekuensi, implikasi, dan sebagainya sejalan dengan kondisi yang digambarkan dalam komunikasi yang ada.
Dalam
proses pengembangan instrumen pembelajaran, kata-kata operasional yang cocok untuk tujuan pemahaman
antara lain adalah menjelaskan, memperkirakan, mengubah, membedakan,
mencontohkan dan membandingkan. Pada umumnya pertanyaan pemahaman konsep
diajukan dengan tujuan agar siswa dapat mengiterpretasikan bahan informasi, kemudian menerjemahkannya ke dalam bentuk yang lain. Perlu diingat bahwa informasi
yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan pemahaman, harus diberikan
kepada siswa semisal, uraikan, bandingkan dan perjelas, karena pemahaman melibatkan proses mental sehingga
sifatnya dinamis.
Semoga Bermanfaat
Ijin dikomentari agar tercipta suasana transfer ide dan kritikan yang lebih baik
Pengembangan Pendekatan Pembelajaran Konseptual Interaktif
Posted by Unknown
Tag :
Pengantar Pembelajaran
Dalam rangka inovasi pengajaran fisika telah dikembangkan suatu pendekatan pembelajaran fisika yang disebut Pendekatan Pembelajaran Konseptual Interaktif (ICI). Pendekatan ini memiliki ciri utama menekankan pada penanaman konsep terlebih dahulu diawal proses pengajaran, dan menggunakan sistem kolaborasi dalam kelompok kecil, menggunakan metode demonstrasi, dan mengutamakan diskusi yang nantinya diharapkan mampu memotivasi siswa sehingga berimpilikasi pada penguasaan konsep dan kemampuan komunikasi siswa.
Pendekatan pembelajaran ini adalah salah satu alternatif pembelajaran perubahan konseptual yang berbasis konstruktivistik. ICI yang dikembangkan oleh Savinainen dan Scott (2002) sangat mendukung perkembangan keterampilan berpikir siswa dimulai dari tingkatan pemahaman konsep yang memerlukan suatu proses interaktif yang memberi peluang mengembangkan gagasan melalui proses dialog dan berpikir. (Santyasa, dkk. 2004)
Sistem tradisional telah mendefiniskan bahwa berpikir yang baik adalah sebagai suatu masalah kemampuan kognitif atau keterampilan berpikir. Maka kini kita memiliki dua istilah: “kemampuan kognitif” dan “keterampilan berpikir”. Kemampuan kognitif akan dipengaruhi oleh pola berpikir, atau suatu kumpulan persepsi yang dibentuk dari pengalaman atau pelajaran masa lalu. Keterampilan berpikir merupakan kemampuan untuk menggunakan kumpulan pola berpikir. Dengan meningkatkan kemampuan kedua macam berpikir tersebut maka, seseorang akan dapat menjadi Pemikir yang baik.
Edward De Bones (1982 : 10-14) mendefenisikan berpikir sebagai bagian dari keterampilan operasi intelejensi yang bertindak atas pengalaman (untuk suatu tujuan). Defenisi ini lebih memfokuskan pada tiga unsur yaitu keterampilan operasi, intelegensi dan pengalaman. De Bones menyatakan bahwa pemikir adalah tujuan dan lebih menekankan konstruktivitas daripada kritikan. Tujuan pemikiran adalah untuk mencapai pemahaman yang lebih baik, keputusan atau tindakan yang di lakukan adalah bagian dari proses penghargaan terhadap ide dan bukan untuk membuktikan bahwa kita lebih pintar dibandingkan orang lain.
“The thinker treats thinking as a skill worth both practising and observing. He is able to think about thinking in general and his own thinking in particular. He is objective, and notes where his thinking is being less than effective. He is conscious of what needs doing even when he cannot do it. He surveys the thinking of others:not to find fault but as a map-maker might survey the tetrain. He is constructive rather than critical, and supposes that the purpose of thinking is to reach the better understanding, decision or course of action:not to prove that he is smarter than someone else. He appreciates an idea just as he might appreciate a beautiful flower, no matter in whose garden it may be growing”
Edward de Bones kemudian membagi pola berpikir menjadi dua yaitu kemampuan berpikir vertikal dan kemampuan berpikir lateral. Berpikir vertikal adalah pola berpikir logis konvensional yang selama ini kita kenal dan umum dipakai. Pola berpikir ini dilakukan secara tahap demi tahap berdasarkan fakta yang ada, untuk mencari berbagai alternatif pemecahan masalah, dan akhirnya memilih alternatif yang paling mungkin menurut logika normal. Sedangkan berpikir lateral tetap menggunakan berbagai fakta yang ada, menentukan hasil akhir apa yang diinginkan, dan kemudian secara kreatif (seringkali tidak dengan cara berpikir tahap demi tahap) mencari alternatif pemecahan masalah dari berbagai sudut pandang yang paling mungkin mendukung hasil akhir tersebut.
Berpikir lateral sebagai metode berpikir yang memperhatikan masalah perubahan konsep dan persepsi. Sehingga perpikir lateral merupakan salah satu langkah untuk dapat berpikir secara lebih terbuka, fleksibel, dan kreatif terhadap rangsangan dari lingkungan sekitar. Dalam teori ini dikenalkan operasi PO. Operasi ini merupakan kependekan dari provocative operation, yaitu suatu operasi yang memprovokasi ide selanjutnya. PO digunakan untuk mengusulkan ide yang tidak harus merupakan solusi atau ide yang ‘baik’, tetapi mendorong untuk berpikir ke tempat baru dimana ide bisa dihasilkan.
Pendekatan Pembelajaran konseptual interaktif (ICI) merupakan landasan pembelajaran keterampilan berpikir. Pendekatan ini terdiri atas empat tahapan yang tidak dapat dipisahkan, diantaranya 1). Conceptual focus, 2). Classroom interaction, 3). Research-based materials, dan 4). Use of texts. Dalam implementasinya, keempat komponen ini membentuk pembelajaran yang utuh.
Conceptual Focus
Yaitu pengembangan ide-ide baru yang berfokus pada pemahaman konseptual dengan sedikit atau bahkan tanpa formulasi matematik. Pada tahap ini, pembelajaran dimulai dengan pendemonstrasian fenomena-fenomena yang berkaitan dengan pokok bahasan yang akan dipelajari.
Classroom Interaction
Merupakan tahapan model ICI yang kedua. Pada tahapan ini dilibatkan interaksi-interaksi kelas. Siswa dibentuk menjadi kelompok-kelompok yang heterogen. Tahapan ini didasari premis bahwa pembuatan makna merupakan dialog antar komunitas kelas untuk mengembangkan gagasan melalui proses berpikir. Dalam interaksi kelas, terjadi pembelajaran yang melibatkan teman sebaya.
Research-Based Materials.
Pertanyaan dan jawaban pada tahap Conceptual focus digunakan dalam pembuatan makna. Ulangan berbasis penelitian berfungsi mengembangkan pemahaman siswa. Ulangan berbasis penelitian juga merupakan alat diagnostik, yaitu asesmen yang dapat mengukur pemahaman siswa. Tahapan ini dapat berfungsi sebagai acuan dalam pembelajaran lebih lanjut.
Use of Texts.
Penggunaan buku teks dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman siswa secara lebih mendalam. Belajar dengan menggunakan buku teks dapat melibatkan siswa dalam proses berpikir, keterampilan berpikir kritis dan kreatif, keterampilan berpikir inti, dan menghubungkan pengetahuan yang diperoleh melalui diskusi dengan pengetahuan yang didapat pada buku.
Semoga Bermanfaat
Ijin dikomentari agar tercipta suasana transfer ide dan kritikan yang lebih baik
Semua
model pengajaran ditandai dengan adanya struktur tugas, struktur tujuan, dan
struktur penghargaan (reward).
Struktur tugas mengacu kepada dua hal, yaitu pada cara pembelajaran itu
diorganisasikan dan jenis kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam kelas. Hal
ini berlaku pada pengajaran klasikal maupun pengajaran dengan kelompok kecil,
di mana siswa diharapkan melakukan sesuatu selama pengajaran itu, baik tuntutan
akademik maupun sosial terhadap siswa pada saat mereka bekerja menyelesaikan
tugas-tugas belajar yang diberikan kepadanya.
Struktur tugas berbeda sesuai dengan berbagai macam
kegiatan yang dilaksanakan di dalam pendekatan pengajaran tertentu. Sebagai
contoh, beberapa pelajaran membolehkan siswa
duduk pasif sambil menerima informasi dari ceramah guru; pelajaran lain
menghendaki siswa mengerjakan LKS dan pelajaran lain lagi menghendaki diskusi
dan berdebat. Struktur tujuan suatu pelajaran adalah saling ketergantungan yang
dibutuhkan siswa pada saat mereka mengerjakan tugas mereka. Terdapat tiga macam
struktur tujuan yang telah berhasil diidentifikasi. Struktur tujuan disebut individualistic, jika
pencapaian tujuan itu tidak memerlukan interaksi dengan orang lain dan tidak
bergantung pada baik-buruknya pencapaian orang lain. Siswa yakin upaya mereka
sendiri untuk mencapai tujuan tidak ada hubungannya dengan upaya siswa lain
dalam mencapai tujuan tersebut. Dengan demikian setiap usaha yang dilakukan
oleh suatu individu untuk mencapai tujuan merupakan saingan bagi individu
lainnya.
Struktur tujuan
kooperatif terjadi jika siswa dapat mencapai tujuan
mereka dengan siapa mereka bekerjasama mencapai tujuan tersebut. Tiap-tiap
individu ikut andil menyumbang pencapaian tujuan itu. Tujuan kelompok akan
tercapai apabila semua anggota kelompok mencapai tujuannya secara bersama-sama.
Struktur penghargaan untuk berbagai macam model
pembelajaran juga bervariasi. Seperti halnya struktur tujuan yang dapat
diklasifikasi menjadi individualistik dan kooperatif. Struktur penghargaan
individualistik terjadi bila suatu penghargaan itu bisa dicapai oleh siswa
manapun tidak bergantung pada pencapaian individu lain, sedangkan struktur
penghargaan kooperatif sebaliknya, yakni situasi di mana upaya individu
membantu individu lain mendapat penghargaan menggunakan struktur penghargaan
kooperatif.
Pengorganisasian pembelajaran kooperatif dicirikan oleh
struktur tugas, tujuan, dan penghargaan kooperatif. Siswa yang bekerja dalam
situasi pembelajaran kooperatif didorong dan dikendalikan untuk bekerja sama
pada suatu tugas bersama, dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk
menyelesaikan tugasnya. Terdapat tiga langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang
menggunakan pembelajaran kooperatif. Pelajaran
dimulai dengan (1) guru
menyampaikan tujuan pelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar. Fase ini
diikuti oleh penyajian informasi, seringkali dengan bahan bacaan daripada
secara verbal. Selanjutnya (2) siswa dikelompokkan ke dalam tim-tim belajar. Tahap ini
diikuti bimbingan guru pada saat siswa bekerja bersama untuk menyelesaikan
tugas bersama mereka. Fase terakhir pembelajaran kooperatif meliputi (3) presentasi hasil akhir kerja kelompok, atau evaluasi
tentang apa yang telah mereka pelajari dan memberi penghargaan terhadap
usaha-usaha kelompok maupun individu.
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model
pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan prinsip Konstruktivisme dari Vygotsky,
yang menganggap bahwa siswa lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep
yang sulit, jika mereka
saling mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya. Pembelajaran
kooperatif mengacu pada metode pengajaran dimana siswa bekerja sama dalam
kelompok kecil yang saling membantu dalam belajar. Dalam
Solihatin (2007: 4), Slavin menyatakan bahwa, pembelajaran kooperatif
merupakan suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4
sampai 6 orang, dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Untuk
mencapai tujuan pembelajaran ditawarkan berbagai pendekatan maupun metode yang
bisa diterapkan oleh guru selama pembelajaran berlangsung.
STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya
di Universitas John Hopkin, dan merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif
yang paling sederhana. Guru yang menggunakan STAD, juga mengacu kepada belajar
kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu
menggunakan presentasi verbal atau teks. Siswa dalam suatu kelas tertentu
dipecah menjadi kelompok, haruslah
heterogen, terdiri dari laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku,
memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Anggota tim menggunakan lembar
kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi
pelajarannya dan kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan
pelajaran melalui tutorial, kuis, satu sama lain dan atau setiap 2 minggu siswa
diberi kuis. Kuis itu di skor, dan tiap individu diberi skor perkembangan.
Semoga Bermanfaat
Ijin dikomentari agar tercipta suasana transfer ide dan kritikan yang lebih baik
Pembahasan mengenai Fisika,
diawali dengan pengertian, sumber-sumber pengetahuan, ilmu pengetahuan dan ilmu
pengetahuan alam, sehingga dapat diperoleh suatu kejelasan akan batasan-batasan
dari hal tersebut. Agus Martawijaya (2004 :1-2) mengemukakan
bahwa pengetahuan adalah segala
sesuatu yang diketahuai oleh seseorang tanpa menghiraukan benar atau salahnya
serta dari mana datangnya. Suatu pengetahuan dapat diperoleh dari berbagai
sumber, diantaranya panca indera, pikiran dan wahyu para nabi/rasul serta
intuisi manusia yang merupakan gabungan antara pikiran dan perasaan. Sementara
ilmu pengetahuan merupakan bagian dari pengetahuan yang kemudian telah teruji
kebenarannya. Kebenaran yang dimaksudkan adalah 1). Kebenaran ilmu, yaitu benar
secara deduktif maupun induktif, 2). Kebenaran filosofis, yang berdasar pada
logika atau rasio, 3). Kebenaran pragmatis, dimana suatu pernyataan dapat
dianggap benar jika ia berfungsi dan atau berefek secara praktis.
Dari uraian tersebut, maka
dapat diperoleh pemahaman bahwa ilmu pengetahuan alam merupakan ilmu
pengetahuan yang obyeknya adalah alam dengan segala isinya yang berupa
benda-benda konkret. Secara harfiah, ilmu pengetahuan alam (IPA) berasal dari
bahasa Inggris ”Science” yang berarti ilmu mengenai alam atau ilmu yang
mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam.
Dalam Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA), fakta (hasil observasi) memegang peranan yang sangat penting. Hal ini
sesuai dengan yang dikemukakan oleh Fisher bahwa IPA adalah sekumpulan pengetahuan yang diperoleh melalui
metode-metode yang berdasarkan observasi. Selain itu, Einstein mengemukakan
bahwa IPA bermula dari fakta dan berakhir pada fakta. Batasan lain yang
sifatnya lebih spesifik dikemukakan oleh Athur A.Carin yang menyatakan bahwa
IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematik, dalam
penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam.
Selain itu, Agus
Martawijaya (2004 :4)
menjelaskan bahwa dari batasan tersebut,
maka IPA memiliki tiga makna yaitu : 1) IPA terdiri atas beberapa disiplin ilmu
(Fisika, Biologi, Kimia, Geologi, Geofisik dan Astronomi), 2) IPA adalah
sekumpulan pengetahuan yang mencakup fakta, konsep, hipotesis, azas, teori, dan
hukum yang telah dirumuskan oleh para ilmuan melalui proses ilmiah dan, 3) Pengetahuan dalam IPA diperoleh melalui
metode ilmiah sehingga memenuhi ciri keilmuan.
Perlunya Media Berbasis Komputer Pada Pembelajaran Fisika
Tuesday, December 18, 2012
Posted by Unknown
Tag :
Pengantar Pembelajaran
Pendidikan
formal merupakan salah satu jalur
pendidikan yang terstruktur dan berjenjang. Terdiri dari pendidikan formal
berstatus negeri dan pendidikan formal berstatus swasta. Tercapainya tujuan
pendidikan secara menyeluruh tidak lepas dari peran dan fungsi sekolah sebagai
bagian dari pendidikan formal tersebut. Sekolah merupakan tempat pengembangan kurikulum, yang
meliputi tujuan pembelajaran, bahan pembelajaran yang tersusun secara
sistematis, strategi pembelajaran dan sistem evaluasi yang berperan untuk
mengetahui sejauh mana tujuan itu tercapai. Sehingga untuk mengembangkan
potensi peserta didik dalam kuantitas yang besar sambil mempertahankan kualitas
pendidikan, bukanlah tugas yang mudah namun diperlukan
tindakan nyata yang komprehensip dan terpadu. Usaha peningkatan tersebut tentunya tidak lepas dari
peningkatan kualitas tenaga pendidik itu sendiri. Peningkatan kualitas tenaga
pendidik mutlak diperlukan seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta tuntutan perkembangan pembangunan yang membutuhkan
tenaga-tenaga terampil, kreatif dalam disiplin keilmuannya.
Fisika
merupakan salah satu mata pelajaran yang selalu dianggap momok bagi siswa,
ketakutan akan banyaknya rumus-rumus membuat hilangnya motivasi belajar siswa
pada mata pelajaran ini. Begitu pula dengan matematika, dengan implementasi dan
penggunaan metode yang tidak tepat, mampu berpengaruh besar pada kecenderungan
dan minat belajar siswa pada matematika. Begitu banyak alternative yang dapat
diterapkan untuk mengubah paradigma negative tersebut dikalangan siswa, contohnya
saja dengan menggunakan media berbasis komputer sebagai salah satu instrument
yang dapat menyalurkan pesan, merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan
kemauan siswa sehingga mampu mendorong proses belajarnya. Dengan
demikian, sangat bermanfaat untuk siswa dan tentunya para guru pun termotivasi
untuk mengembangkan ilmu komputer yang dimilikinya. Sehingga memberikan efek
yang baik dan beresensi pada hasil pengalaman belajar siswa yang tentunya akan
lebih interaktif dalam kelas dan menambah pengetahuan serta pemahaman konsep Fisika siswa itu sendiri.
Hamalik
(1986) dan Azhar
Arsyad (2002) mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses
belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru,
membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan pembelajaran dan bahkan membawa
pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Penggunaan media pembelajaran akan
sangat membantu efektifitas proses pembelajaran serta penyampaian pesan dan isi
pelajaran sehingga dapat membantu siswa meningkatkan pemahamannya, karena menyajikan informasi secara menarik dan terpercaya.
Selain itu media pembelajaran juga dapat memudahkan penafsiran data dan
memadatkan informasi. Hal ini memungkinkan tercapainya tujuan pembelajaran,
yang pada akhirnya dapat meningkatkan proses dan hasil belajar siswa.
Beberapa konsep dalam Fisika, pada dasarnya memerlukan
media untuk menjelaskan secara detail konsep tersebut. Misalnya : Listrik
Statis dan Listrik Dinamis, materi ini cukup banyak memiliki konsep yang
abstrak untuk siswa. Penggambaran arus listrik dalam suatu rangkaian, hukum Ohm
dan hukum Kirchoff tentunya membutuhkan media untuk menjadikannya lebih konkret dan memperjelas materi-materi yang memiliki
konsep yang abstrak. Semisal juga pada
materi impuls dan momentum, dengan menggunakan media berbasi computer, maka penggambaran interaksi besaran-besaran fisis pada
peristiwa tumbukan lebih
jelas, penyajian contoh-contoh penerapan konsep
impuls dan momentum yang pada awalnya hanya membuat siswa berkhayal, namun
dengan adanya media berbasis
komputer dapat membantu merubah konsep-konsep yang abstark menjadi lebih
konkret.
Secara naluriah, sejak dulu, berbagai bangsa di dunia bernafsu saling menguasai
bangsa lain agar mendapat sumber daya untuk mempertahankan kelangsungan
kekuasaan dan kesejahteraan. Hegemoni muncul setelah terjadi penguasaan satu
kelompok atas kelompok lain dengan atau tanpa kekerasan. Di masa lalu,
penguasaan ditempuh dengan invasi militer. Meski kondisinya menipis, kebutuhan
akan sumber daya alam terus meningkat. Maka, dapat dipahami jika praktik
intervensi satu negara atas negara lain masih terus terjadi. Selain untuk
mewujudkan kondisi geopolitik yang menguntungkan, intervensi juga untuk
kepentingan ”pengisapan” sumber daya alam. Hanya saja, caranya lebih canggih, tidak
lagi menggunakan pendekatan militer, tetapi lebih menggunakan front
multidimensional (ideologi, politik ekonomi, dan budaya) yang memanfaatkan
kemajuan teknologi, serta konsep manajemen yang canggih. Ibaratnya kini, armada-armada tempur digantikan lembaga-lembaga internasional
yang amat berpengaruh (IMF, Bank Dunia, WTO, CGI, dan sebagainya).
Divisi-divisi tempur diganti perusahaan raksasa transnasional yang nantinya
akan menjadi asset dan modal awal untuk melakukan penindasan secara menyeluruh
namun bukan perang secara fisik tapi perang urat syaraf akan kembali berjaya
dan dilakonkan oleh Negara-negara yang menganggap dirinya telah besar. Amunisi
dan peluru diganti mata uang dan surat-surat berharga yang dikendalikan dengan
amat piawai. Kegiatan intelijen tak lagi terbatas mengetahui kegiatan lawan,
tetapi dirancang untuk menciptakan kekacauan dan melumpuhkan sistem pertahanan
suatu negara agar memiliki ketergantungan kepada negara adidaya. Tembakan
meriam dan peluru kendali digantikan oleh pengiriman bantuan yang mengikat,
ideologi, dan budaya baru yang membingungkan generasi muda, serta menciptakan
LSM-LSM dan birokrasi yang tunduk kepada kemauan negara adidaya.
Jika semua itu berhasil dilakukan, maka inilah yang disebut dengan hegemoni
adidaya.
Posisi Indonesia
Jika kita berani jujur, sebenarnya Indonesia telah masuk penguasaan hegemoni
adidaya dan percaturan dogma Clash of Civilization. Daftar pertanyaan amat
sederhana ini dapat menjadi indikator posisi kita. Jawaban yang lebih banyak
”ya” daripada ”tidak” berarti Indonesia bebas dari hegemoni adidaya, atau
sebaliknya.
Daftar pertanyaan itu: (1) Apakah sebagai negara bangsa, Pancasila sebagai
ideologi bangsa masih dipahami dan dibanggakan oleh generasi mudanya?; (2)
Apakah semangat nasionalisme di antara rakyat masih dapat dipertahankan?; (3)
Apakah demokrasi yang dikembangkan sudah sesuai jati diri bangsa dan dipahami
oleh seluruh rakyatnya?; (4) Apakah Indonesia telah mampu membayar
utang-utangnya tanpa mengganggu usaha menyejahterakan rakyat?; (5) Apakah
perusahaan besar yang menguasai hajat hidup rakyat dikuasai modal dalam
negeri?; (6) Apakah sebagai negara agraris kita telah mampu berswasembada
pangan?; (7) Apakah masyarakat Islam yang menjadi mayoritas penduduk mampu
bersatu mewarnai kebersamaan untuk menolak hegemoni?; (8) Apakah pemerintah
yang mewakili rakyat Indonesia berani menentang keputusan IMF?; dan (9) Apakah
militer kita masih diperhitungkan sebagai kekuatan andal di Asia Tenggara?
Di tengah bayang-bayang hegemoni adidaya, ada dua pilihan. Pertama, menyerah
dan menggadaikan masa depan bangsa kepada pihak asing tanpa dapat menentukan
nasib sendiri. Menyedihkan. Namun, pilihan ini tak merepotkan, utamanya bagi
para tokoh bangsa yang saat ini sedang dipercaya rakyat untuk melanggengkan kekuasaannya
memimpin Indonesia.
Kedua, bangkit sebagai bangsa penuh harga diri dan martabat yang memiliki masa
depan lebih baik untuk generasi berikutnya. Pilihan ini tidak mudah sebab
mempersyaratkan keberanian, kebersamaan, semangat pantang menyerah, dan ”berani
menderita” dari seluruh rakyatnya. Yang lebih penting lagi, dibutuhkan
keberanian para pemimpinnya untuk keluar dari ”ketertindasan”, dengan risiko
paling buruk sekalipun.
Akan banyak orang meragukan, mungkinkah pilihan kedua itu dapat dilakukan. Namun,
mari lihat Vietnam. Negeri yang baru lepas dari perang puluhan tahun dan
meluluhlantakkan sendi- sendi nasionalnya itu dalam waktu singkat telah
berkembang secara spektakuler. Lihat pula Malaysia. Keteguhannya melawan
cengkeraman hegemoni adidaya telah mampu membawa bangsanya terhindar dari nasib
seperti Indonesia. Pada akhirnya, sejarahlah yang akan membuktikannya nanti
(dikutip dalam tulisan : JEND. TNI (PURN) WIRANTO)
Posisi Mahasiswa
Dengan melihat kondisi diatas maka selain pemerintah, sosok seorang mahasiswa
sangat pila diperlukan. Seiring gerak dan perubahan zaman yang terjadi dinegeri
ini, mulai dari proses proklamasi bangsa ini, era orde lama, orde baru, dan era
reformasi yang telah memasuki usia 10 tahunnya. Tidak ada satupun perubahan
mendasar yang terjadi dinegeri ini yang tidak luput dari peran-peran Mahasiswa,
yang pada dasarnya merupakan salah satu aktualisasi dari perang mahasiswa
sebagai salah satu bentuk pengabdian terhadap masyarakat yang tertuang dalam
Tridarma perguruan tinggi. Dimana dalam tridarma perguruan tinggi, tugas yang
ada diembang mahasiswacukuplah jelas apalagi ketika kita berbicara mengenai
sosial kemasyarakatan tantunya kaliamat ”sosial kontrol” tak lagi asing
ditelinga orang-orang yang menganggap dirinya sebagai seorang ontelek sejati. .
Mahasiswa sebagai kaum intelektual mestinya jeli melihat kondisi masyarakat
saat ini, karena skali lagi itu memang sudah merupakan salah satu tugas dan
tanggungjawabnya.
Peran-peran mahasiswa dalam mengantarkan bangsa ini khususnya masyarakat menuju
kondisi idealnya itu tidak pernah sedikit pun lepas dari berbagai polemik yang
kian datang silih berganti selalu berusaha mencekoki gerakan mahasiswa. Padahal
menurut salah seorang filosof muslim Ali Syariati bahwa dalam sturktur
masyarakat yang menempati piramida piramida paling atas adalah kaum-kaum
tercerahkan dan yang dimaksud kaum tercerahkan disini adalah mahasiswa,
walaupun sebenarnya tidak semua mahasiswa masuk pada kategori tercerahkan.
Ketika kita mau mengacu pada proses gerakan mahasiswa, terlalu banyak dangan
masyarakat yang harus kita perhatikan, namun yang jelasnya mahasiswa haruslah
memenuhi beberapa aspek yang harus ia pertanyakan dalam dirinya, meliputi :
- Sejauh mana mahasiswa itu mengetahui persoalan masyarakat
- Sejauh mana konsep gerakan mahasiswa yang ia kuasai
- Strategi apa yang akan membantu dalam melakukan gerakan kemahasiswaan.
Dengan melihat sebuah fenomena yang terjadi sejauh ini, terkadang pergerakan
kemahasiswaan telah melakukan pergeseran tradisi. Kehidupan kemasiswaan
hanyalah sebatas kehidupan bersekretariat, malakukan program kerja ataukah
sesekali hanya melakukan aksi ataukah demonstrasi yang ujung-ujungnya hanya
bisa dikatakan ”panas-panas tai ayam”. Sebuah pergeseran yang sangat jauh dari
sebuah subtantivitas pergerakan mahasiswa.
Melihat kenyataan itu, hanya ada satu pertanyaan awal yang akan terucap dari
mulut si-penulis: Apakah kau akan terus terdiam melihat hal itu yang secara
terus-menerus mengikis tradisi keeksisitensian mahasiswa?
Secara naluri, jawabannya mungkin adalah ”tidak” tapi lagi-lagi semua
bergantung pada siapa yang yang menganggap dirinya mahasiswa.
Sadar atau tidak sadar, mahasiswa juga merupakan sebuah kekuatan politis dari
sebuah negara, olehnya itu ketika kita tidak mampu memperkokoh pondasi dan
bersatu dalam sebuah kehidupan kelembagaan maka sebuah dominasi dan hegemoni
akan melihtnya sebagai celah untuk melakukan perombakan dalam sebuah kehidupan
ketatanegaraan.
Sebuah pertanyaan akan kembali terucap ” apakah semangat nasionalisme sebagai
rakyat masih akan mampu dipertahankan???
Sebuah solusi yang mungkin hanya bisa ditertawai oleh segelintir atau semua
orang. Ketika kita tidak memulai dari hal yang terkecil maka
sesuatu itu tak akan mampu menjadi besar. Solusinya adalah :
- Mempertegas komitmen berlembaga
- Membangun komunitas kreatif untuk melawan sebuah dominasi tanpa dengan fisik dan uang tapi dengan kekuatan pikiran.