Archive for December 2012

Sejarah Gerakan Mahasiswa (Bagian 3)

Thursday, December 20, 2012
Posted by Unknown
Pada postingan kali ini,  akan membahas mengenai gerakan mahasiswa di era NKK/BKK, peristiwa amarah di UMI hingga pada kritikan terhadap gerakan mahasiswa masa kini. Mahasiswa masa kini cenderung reaktif, gerkan terpatah dan tergantung figur pemimpinnya. Banyak mahasiswa kini ber_almamater dengan bau wangi hanya untuk menjadi "boneka" dalam acara hiburan dan talkshow yang tidak berhubungan dengan karakter kemahasiswaannya. Lihat saja di OVJ, Empat Mata, Hitam Putih dsb. Gerakan yang dipenuhi dengan rasa frustasi yang cenderung anarkis. Ini bisa saja dari mahasiswanya, tapi bagi saya adalah ini karena adanya pola yang tidak beres di dalam kampus. Entah itu tendensi psikologis ataupun apa??? Guru kencing berdiri, murid kencing berlari. murid hanyalah akibat dari sebuah sebab (Guru). mungkin juga itu terjadi di dalam kampus. 
Era NKK/BKK 
Setelah gerakan mahasiswa 1978, praktis tidak ada gerakan besar yang dilakukan mahasiswa selama beberapa tahun akibat diberlakukannya konsep Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK) oleh pemerintah secara paksa.
Kebijakan NKK dilaksanakan berdasarkan SK No.0156/U/1978 sesaat setelah Dooed Yusuf dilantik tahun 1979. Konsep ini mencoba mengarahkan mahasiswa hanya menuju pada jalur kegiatan akademik, dan menjauhkan dari aktivitas politik karena dinilai secara nyata dapat membahayakan posisi rezim. Menyusul pemberlakuan konsep NKK, pemerintah dalam hal ini Pangkopkamtib Soedomo melakukan pembekuan atas lembaga Dewan Mahasiswa, sebagai gantinya pemerintah membentuk struktur keorganisasian baru yang disebut BKK. Berdasarkan SK menteri P&K No.037/U/1979 kebijakan ini membahas tentang Bentuk Susunan Lembaga Organisasi Kemahasiswaan di Lingkungan Perguruan Tinggi, dan dimantapkan dengan penjelasan teknis melalui Instruksi Dirjen Pendidikan Tinggi tahun 1978 tentang pokok-pokok pelaksanaan penataan kembali lembaga kemahasiswaan di Perguruan Tinggi.
Kebijakan BKK itu secara implisif sebenarnya melarang dihidupkannya kembali Dewan Mahasiswa, dan hanya mengijinkan pembentukan organisasi mahasiswa tingkat fakultas (Senat Mahasiswa Fakultas-SMF) dan Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas (BPMF). Namun hal yang terpenting dari SK ini terutama pemberian wewenang kekuasaan kepada rektor dan pembantu rektor untuk menentukan kegiatan mahasiswa, yang menurutnya sebagai wujud tanggung jawab pembentukan, pengarahan, dan pengembangan lembaga kemahasiswaan.
Dengan konsep NKK/BKK ini, maka peranan yang dimainkan organisasi intra dan ekstra kampus dalam melakukan kerjasama dan transaksi komunikasi politik menjadi lumpuh. Ditambah dengan munculnya UU No.8/1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan maka politik praktis semakin tidak diminati oleh mahasiswa, karena sebagian Ormas bahkan menjadi alat pemerintah atau golongan politik tertentu. Kondisi ini menimbulkan generasi kampus yang apatis, sementara posisi rezim semakin kuat.
Sebagai alternatif terhadap suasana birokratis dan apolitis wadah intra kampus, di awal-awal tahun 80-an muncul kelompok-kelompok studi yang dianggap mungkin tidak tersentuh kekuasaan refresif penguasa. Dalam perkembangannya eksistensi kelompok ini mulai digeser oleh kehadiran wadah-wadah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tumbuh subur pula sebagai alternatif gerakan mahasiswa. Jalur perjuangan lain ditempuh oleh para aktivis mahasiswa dengan memakai kendaraan lain untuk menghindari sikap represif pemerintah, yaitu dengan meleburkan diri dan aktif di Organisasi kemahasiswaan ekstra kampus seperti HMI (himpunan mahasiswa islam), PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia), PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia), GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia) atau yang lebih dikenal dengan kelompok Cipayung. Mereka juga membentuk kelompok-kelompok diskusi dan pers mahasiswa.
Beberapa kasus lokal yang disuarakan LSM dan komite aksi mahasiswa antara lain: kasus tanah waduk Kedung Ombo, Kacapiring, korupsi di Bapindo, penghapusan perjudian melalui Porkas/TSSB/SDSB.
 
Tahun 1990
Memasuki awal tahun 1990-an, di bawah Mendikbud Fuad Hasan kebijakan NKK/BKK dicabut dan sebagai gantinya keluar Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan (PUOK). Melalui PUOK ini ditetapkan bahwa organisasi kemahasiswaan intra kampus yang diakui adalah Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT), yang didalamnya terdiri dari Senat Mahasiswa Fakultas (SMF) dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM).
Dikalangan mahasiswa secara kelembagaan dan personal terjadi pro kontra, menamggapi SK tersebut. Oleh mereka yang menerima, diakui konsep ini memiliki sejumlah kelemahan namun dipercaya dapat menjadi basis konsolidasi kekuatan gerakan mahasiswa. Argumen mahasiswa yang menolak mengatakan, bahwa konsep SMPT tidak lain hanya semacam hiden agenda untuk menarik mahasiswa ke kampus dan memotong kemungkinan aliansi mahasiswa dengan kekuatan di luar kampus.
Dalam perkembangan kemudian, banyak timbul kekecewaan di berbagai perguruan tinggi karena kegagalan konsep ini. Mahasiswa menuntut organisasi kampus yang mandiri, bebas dari pengaruh korporatisasi negara termasuk birokrasi kampus. Sehingga, tidaklah mengherankan bila akhirnya berdiri Dewan Mahasiswa di UGM tahun 1994 yang kemudian diikuti oleh berbagai perguruan tinggi di tanah air sebagai landasan bagi pendirian model organisasi kemahasiswaan alternatif yang independen.
Dengan dihidupkannya model-model kelembagaan yang lebih independen, meski tidak persis serupa dengan Dewan Mahasiswa yang pernah berjaya sebelumnya upaya perjuangan mahasiswa untuk membangun kemandirian melalui SMPT, menjadi awal kebangkitan kembali mahasiswa ditahun 1990-an.
Gerakan yang menuntut kebebasan berpendapat dalam bentuk kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik di dalam kampus pada 1987 - 1990 sehingga akhirnya demonstrasi bisa dilakukan mahasiswa di dalam kampus perguruan tinggi. Saat itu demonstrasi di luar kampus termasuk menyampaikan aspirasi dengan longmarch ke DPR/DPRD tetap terlarang.

24 April 1996 (Amarah UMI Makassar)
Amarah sendiri adalah pada saat itu, banyak element mahasiswa turun ke jalan atau berdemonstrasi dalam mementang kebijakan pemerintah Kota Makassar menaikkan tarif Pete-pete (tarif angkutan dalam kota), dalam hal ini yang menjabat walikota Makassar waktu itu adalah H. Malik B. masry. April Makassar Berdarah 24 April 1996 lalu berawal saat mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa menentang kenaikan tarif angkutan umum yang telah mendapat persetujuan dari Walikota Makassar, H Malik B Masry. Aksi  penolakan tersebut dilakukan selama kurang lebih sepekan secara terus- menerus. Pada 24 April  1996, terjadi bentrokan antara mahasiswa dengan aparat TNI, dimana TNI membalas lemparan mahasiswa  dengan tembakan peluru tajam ke arah mahasiswa, bahkan aparat TNI masuk ke dalam kampus dengan  membawa tiga unit panser. Tiga orang mahasiswa tewas dalam peristiwa itu masing-masing:
1.     Andi Sultan Iskandar (Fakultas Ekonomi),
2.     Syaiful Bya (Tekhnik)
3.     Tasrif, aktivis mahasiswa UMI.

Tahun 1998
Gerakan 1998 menuntut reformasi dan dihapuskannya "KKN" (korupsi, kolusi dan nepotisme) pada 1997-1998, lewat pendudukan gedung DPR/MPR oleh ribuan mahasiswa, akhirnya memaksa Presiden Soeharto melepaskan jabatannya. Berbagai tindakan represif yang menewaskan aktivis mahasiswa dilakukan pemerintah untuk meredam gerakan ini di antaranya: Peristiwa Cimanggis, Peristiwa Gejayan, Tragedi Trisakti, Tragedi Semanggi I dan II , Tragedi Lampung. Gerakan ini terus berlanjut hingga pemilu.

Tahun 1999-2012an (Pasca Reformasi)
Pasca di tetapkannya UU BHP oleh MK (mahkamah konstitusi) sebagai UU yang inkonstitusional, gerakan mahasiswa cenderung terpatah-patah dan kurang solid. Padahal di balik di tetapkannya UU tersebut, muncul PP (peraturan pemerintah) yang pada dasarnya sama subtansinya. Makassar, yang sejak dulu ,menjadi patron gerakan mahasiswa Indonesia Timur pun kini tak memiliki kesolidan yang baik. Tingginya kepentingan politik masing-masing kampus, menjadikan kegiatan-kegiatan skala nasional kurang berjalan dengan baik. Harmonisasi Indonesia Barat dan Timur seakan dipenuhi nuansa Primordial sehingga temu mahasiswa se Indonesia tak pernah melahirkan satu visi perubahan. Gerakan kemahasiswaan setipa kampus pun kini tak segarang pra reformasi, adanya otonomi kampus dan berbagai aturan akademi kampus menjadikan mahasiswa disibukkan dengan akademik yang bernuansa penuh tekanan psikologis (ntah itu tendensi psikologis maupun tendensi dana). Kebijakan kelembagaan pun tergantung pemimpin yang terpilih. Sehingga memunculkan gejolak didalam diri mahasiswa secara terus menerus namun tidak menghasilkan sebuah perubahan yang signifikan. Hasilnya, hanya melahirkan gerakan mahasiswa yang menganut paham selebrisis (ntah 1 atau puluhan orang aksi, yang penting tutup jalan dan masuk tv), anarkisme gerakan dengan aparat menjadi target gerakan sehingga issue-issue yang diangkat dalam aksi tidak lagi tersampaikan dengan baik. Media hanya merespon reaksi dari aksi tersebut. Inilah gerakan mahasiswa masa kini. Tingginya tendensi kampus mengakibatkan gerakan terpatah-patah, pemimpin yang premature dan aksi yang anarkis. Ditambah lagi, kini mahasiswa tak lagi mengetahui fungsi dasarnya  sebagai mahasiswa, mereka tak ubahnya selebriti dengan dandanan kinclong dan jas almamater dengan parfum mahal, dan kemudian hanya mampu teriak “ya ya ya ye ye ye” dan bertepuk tangan disaat menjadi penonton di acara hiburan stasiun tv, yang notabene bukan tempat mereka. Apa bedanya mereka dengan alay tv yah?? Hehehehe…
Namun dibalik cerita tersebut, masih ada segelintir mahasiswa yang punya nurani untuk melakukan perubahan, namun mereka tak terwadahi dengan baik.



Baca Juga artike dibawah ini :
1. Sejarah Gerakan Mahasiswa (bagian 1)
2. Sejarah Gerakan Mahasiswa (bagian 2)
3. Komitemen Berlembaga 
Lebih Baik di asingkan daripada menyerah pada kemunafikan (Soe Hok Gie)
Narasi ini saya tulis sebagai pengantar  sebelum membaca poringan kali ini. Sejarah Gerakan Mahasiswa (bagian 2) berisi tentang gerakan-gerakan kepemudaan yang terorganisir pasca kemerdekaan, mulai dari kedekatan mahasiswa dengan militer hingga pada konfrontasi terhadap militer di orde baru, sampai pada peristiwa MALARI yang memakan banyak korban. Berikut ulasannya :
Tahun 1966
Sejak kemerdekaan, muncul kebutuhan akan aliansi antara kelompok-kelompok mahasiswa, di antaranya Perserikatan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia (PPMI), yang dibentuk melalui Kongres Mahasiswa yang pertama di Malang tahun 1947.
Selanjutnya, dalam masa Demokrasi Liberal (1950-1959), seiring dengan penerapan sistem kepartaian yang majemuk saat itu, organisasi mahasiswa ekstra kampus kebanyakan merupakan organisasi dibawah partai-partai politik. Misalnya, PMKRI Perhimpunan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia dengan Partai Katholik,Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dekat dengan PNI, Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) dekat dengan PKI, Gerakan Mahasiswa Sosialis Indonesia (Gemsos) dengan PSI, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) berafiliasi dengan Partai NU, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dengan Masyumi, dan lain-lain.
Di antara organisasi mahasiswa pada masa itu, CGMI lebih menonjol setelah PKI tampil sebagai salah satu partai kuat hasil Pemilu 1955. CGMI secara berani menjalankan politik konfrontasi dengan organisasi mahasiswa lainnya, bahkan lebih jauh berusaha memengaruhi PPMI, kenyataan ini menyebabkan perseteruan sengit antara CGMI dengan HMI dan, terutama dipicu karena banyaknya jabatan kepengurusan dalam PPMI yang direbut dan diduduki oleh CGMI dan juga GMNI-khususnya setelah Konggres V tahun 1961.
Mahasiswa membentuk Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) tanggal 25 Oktober 1966 yang merupakan hasil kesepakatan sejumlah organisasi yang berhasil dipertemukan oleh Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pendidikan (PTIP) Mayjen dr. Syarief Thayeb, yakni PMKRI, HMI,PMII,Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Sekretariat Bersama Organisasi-organisasi Lokal (SOMAL), Mahasiswa Pancasila (Mapancas), dan Ikatan Pers Mahasiswa (IPMI). Tujuan pendiriannya, terutama agar para aktivis mahasiswa dalam melancarkan perlawanan terhadap PKI menjadi lebih terkoordinasi dan memiliki kepemimpinan.
Munculnya KAMI diikuti berbagai aksi lainnya, seperti Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI), dan lain-lain.
Pada tahun 1965 dan 1966, pemuda dan mahasiswa Indonesia banyak terlibat dalam perjuangan yang ikut mendirikan Orde Baru. Gerakan ini dikenal dengan istilah Angkatan '66, yang menjadi awal kebangkitan gerakan mahasiswa secara nasional, sementara sebelumnya gerakan-gerakan mahasiswa masih bersifat kedaerahan. Tokoh-tokoh mahasiswa saat itu adalah mereka yang kemudian berada pada lingkar kekuasaan Orde Baru, di antaranya Cosmas Batubara (Eks Ketua Presidium KAMI Pusat), Sofyan Wanandi, Yusuf Wanandi ketiganya dari PMKRI,Akbar Tanjung dari HMI dll. Angkatan '66 mengangkat isu Komunis sebagai bahaya laten negara. Gerakan ini berhasil membangun kepercayaan masyarakat untuk mendukung mahasiswa menentang Komunis yang ditukangi oleh PKI (Partai Komunis Indonesia). Setelah Orde Lama berakhir, aktivis Angkatan '66 pun mendapat hadiah yaitu dengan banyak yang duduk di kursi DPR/MPR serta diangkat dalam kabibet pemerintahan Orde Baru. di masa ini ada salah satu tokoh yang sangat idealis,yang sampai sekarang menjadi panutan bagi mahasiswa-mahasiswa yang idealis setelah masanya,dia adalah seorang aktivis yang tidak peduli mau dimusuhi atau didekati yang penting pandangan idealisnya tercurahkan untuk bangsa ini,dia adalah soe hok gie

Tahun 1974
Realitas berbeda yang dihadapi antara gerakan mahasiswa 1966 dan 1974, adalah bahwa jika generasi 1966 memiliki hubungan yang erat dengan kekuatan militer, untuk generasi 1974 yang dialami adalah konfrontasi dengan militer.
Sebelum gerakan mahasiswa 1974 meledak, bahkan sebelum menginjak awal 1970-an, sebenarnya para mahasiswa telah melancarkan berbagai kritik dan koreksi terhadap praktek kekuasaan rezim Orde Baru, seperti (1) Golput yang menentang pelaksanaan pemilu pertama di masa Orde Baru pada 1972 karena Golkar dinilai curang. dan (2). Gerakan menentang pembangunan Taman Mini Indonesia Indah pada 1972 yang menggusur banyak rakyat kecil yang tinggal di lokasi tersebut.
Diawali dengan reaksi terhadap kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), aksi protes lainnya yang paling mengemuka disuarakan mahasiswa adalah tuntutan pemberantasan korupsi. Lahirlah, selanjutnya apa yang disebut gerakan "Mahasiswa Menggugat" yang dimotori Arif Budiman yang progaram utamanya adalah aksi pengecaman terhadap kenaikan BBM, dan korupsi.
Menyusul aksi-aksi lain dalam skala yang lebih luas, pada 1970 pemuda dan mahasiswa kemudian mengambil inisiatif dengan membentuk Komite Anti Korupsi (KAK) yang diketuai oleh Wilopo. Terbentuknya KAK ini dapat dilihat merupakan reaksi kekecewaan mahasiswa terhadap tim-tim khusus yang disponsori pemerintah, mulai dari Tim Pemberantasan Korupsi (TPK), Task Force UI sampai Komisi Empat.
Berbagai borok pembangunan dan demoralisasi perilaku kekuasaan rezim Orde Baru terus mencuat. Menjelang Pemilu 1971, pemerintah Orde Baru telah melakukan berbagai cara dalam bentuk rekayasa politik, untuk mempertahankan dan memapankan status quo dengan mengkooptasi kekuatan-kekuatan politik masyarakat antara lain melalui bentuk perundang-undangan. Misalnya, melalui undang-undang yang mengatur tentang pemilu, partai politik, dan MPR/DPR/DPRD.
Muncul berbagai pernyataan sikap ketidakpercayaan dari kalangan masyarakat maupun mahasiswa terhadap sembilan partai politik dan Golongan Karya sebagai pembawa aspirasi rakyat. Sebagai bentuk protes akibat kekecewaan, mereka mendorang munculnya Deklarasi Golongan Putih (Golput) pada tanggal 28 Mei 1971 yang dimotori oleh Arif Budiman, Adnan Buyung Nasution, Asmara Nababan.
Dalam tahun 1972, mahasiswa juga telah melancarkan berbagai protes terhadap pemborosan anggaran negara yang digunakan untuk proyek-proyek eksklusif yang dinilai tidak mendesak dalam pembangunan,misalnya terhadap proyek pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) di saat Indonesia haus akan bantuan luar negeri.
Protes terus berlanjut. Tahun 1972, dengan isu harga beras naik, berikutnya tahun 1973 selalu diwarnai dengan isu korupsi sampai dengan meletusnya demonstrasi memprotes PM Jepang Kakuei Tanaka yang datang ke Indonesia dan peristiwa Malari pada 15 Januari 1974. Gerakan mahasiswa di Jakarta meneriakan isu "ganyang korupsi" sebagai salah satu tuntutan "Tritura Baru" disamping dua tuntutan lainnya Bubarkan Asisten Pribadi dan Turunkan Harga; sebuah versi terakhir Tritura yang muncul setelah versi koran Mahasiswa Indonesia di Bandung sebelumnya. Gerakan ini berbuntut dihapuskannya jabatan Asisten Pribadi Presiden.

Tahun 1977-1978
Setelah peristiwa Malari, hingga tahun 1975 dan 1976, berita tentang aksi protes mahasiswa nyaris sepi. Mahasiswa disibukkan dengan berbagai kegiatan kampus disamping kuliah sebagain kegiatan rutin, dihiasi dengan aktivitas kerja sosial, Kuliah Kerja Nyata (KKN), Dies Natalis, acara penerimaan mahasiswa baru, dan wisuda sarjana. Meskipun disana-sini aksi protes kecil tetap ada.
Menjelang dan terutama saat-saat antara sebelum dan setelah Pemilu 1977, barulah muncul kembali pergolakan mahasiswa yang berskala masif. Berbagai masalah penyimpangan politik diangkat sebagai isu, misalnya soal pemilu mulai dari pelaksanaan kampanye, sampai penusukan tanda gambar, pola rekruitmen anggota legislatif, pemilihan gubernur dan bupati di daerah-daerah, strategi dan hakekat pembangunan, sampai dengan tema-tema kecil lainnya yang bersifat lokal. Gerakan ini juga mengkritik strategi pembangunan dan kepemimpinan nasional.
Awalnya, pemerintah berusaha untuk melakukan pendekatan terhadap mahasiswa, maka pada tanggal 24 Juli 1977 dibentuklah Tim Dialog Pemerintah yang akan berkampanye di berbagai perguruan tinggi. Namun demikian, upaya tim ini ditolak oleh mahasiswa. Pada periode ini terjadinya pendudukan militer atas kampus-kampus karena mahasiswa dianggap telah melakukan pembangkangan politik, penyebab lain adalah karena gerakan mahasiswa 1978 lebih banyak berkonsentrasi dalam melakukan aksi diwilayah kampus. Karena gerakan mahasiswa tidak terpancing keluar kampus untuk menghindari peristiwa tahun 1974, maka akhirnya mereka diserbu militer dengan cara yang brutal. Hal ini kemudian diikuti oleh dihapuskannya Dewan Mahasiswa dan diterapkannya kebijakan NKK/BKK di seluruh Indonesia.
Soeharto terpilih untuk ketiga kalinya dan tuntutan mahasiswa pun tidak membuahkan hasil. Meski demikian, perjuangan gerakan mahasiswa 1978 telah meletakkan sebuah dasar sejarah, yakni tumbuhnya keberanian mahasiswa untuk menyatakan sikap terbuka untuk menggugat bahkan menolak kepemimpinan nasional.
Gerakan bersifat nasional namun tertutup dalam kampus, Oktober 1977
Gerakan mahasiswa tahun 1977/1978 ini tidak hanya berporos di Jakarta dan Bandung saja namun meluas secara nasional meliputi kampus-kampus di kota Surabaya, Medan, Bogor, Ujungpandang (sekarang Makassar), dan Palembang. 28 Oktober 1977, delapan ribu anak muda menyemut di depan kampus ITB. Mereka berikrar satu suara, "Turunkan Suharto!" Besoknya, semua yang berteriak, raib ditelan terali besi. Kampus segera berstatus darurat perang. Namun, sekejap kembali tentram.
Peringatan Hari Pahlawan 10 November 1977
berkumpulnya mahasiswa kembali 10 November 1977 di Surabaya dipenuhi tiga ribu jiwa muda. Setelah peristiwa di ITB pada Oktober 1977, giliran Kampus ITS Baliwerti beraksi. Dengan semangat pahlawan, berbagai pimpinan mahasiswa se-Jawa hadir memperingati hari Pahlawan 1977. Seribu mahasiswa berkumpul, kemudian berjalan kaki dari Baliwerti menuju Tugu Pahlawan. Sejak pertemuan 28 Oktober di Bandung, ITS didaulat menjadi pusat konsentrasi gerakan di front timur. Hari pahlawan dianggap cocok membangkitkan nurani yang hilang. Kemudian disepakati pusat pertemuan nasional pimpinan mahasiswa di Surabaya. Sementara di kota-kota lain, peringatan hari Pahlawan juga semarak. Di Jakarta, 6000 mahasiswa berjalan kaki lima kilometer dari Rawamangun (kampus IKIP) menuju Salemba (kampus UI), membentangkan spanduk,"Padamu Pahlawan Kami Mengadu". Juga dengan pengawalan ketat tentara.
Acara hari itu, berwarna sajak puisi serta hentak orasi. Suasana haru-biru, mulai membuat gerah. Beberapa batalyon tempur sudah ditempatkan mengitari kampus-kampus Surabaya. Sepanjang jalan ditutup, mahasiswa tak boleh merapat pada rakyat. Aksi mereka dibungkam dengan cerdik.
Konsolidasi berlangsung terus. Tuntutan agar Soeharto turun masih menggema jelas, menggegerkan semua pihak. Banyak korban akhirnya jatuh. Termasuk media-media nasional yang ikut mengabarkan, dibubarkan paksa. Pimpinan Dewan Mahasiswa (DM) ITS rutin berkontribusi pada tiap pernyataan sikap secara nasional. Senat mahasiswa fakultas tak henti mendorong dinamisasi ini. Mereka bergerak satu suara. Termasuk mendukung Ikrar Mahasiswa 1977. Isinya hanya tiga poin namun berarti. "Kembali pada Pancasila dan UUD 45, meminta pertanggungjawaban presiden, dan bersumpah setia bersama rakyat menegakan kebenaran dan keadilan"
Peringatan Tritura 10 Januari 1978, dihentikannya gerakan oleh penguasa
Peringatan 12 tahun Tritura, 10 Januari 1978, peringatan 12 tahun Tritura itu jadi awal sekaligus akhir. Penguasa menganggap mahasiswa sudah di luar toleransi. Dimulailah penyebaran benih-benih teror dan pengekangan. Sejak awal 1978, 200 aktivis mahasiswa ditahan tanpa sebab. Bukan hanya dikurung, sebagian mereka diintimidasi lewat interogasi. Banyak yang dipaksa mengaku pemberontak negara.
Tentara pun tidak sungkan lagi masuk kampus. Berikutnya, ITB kedatangan pria loreng bersenjata. Rumah rektornya secara misterius ditembaki orang tak dikenal. Di UI, panser juga masuk kampus. Wajah mereka garang, lembaga pendidikan sudah menjadi medan perang. Kemudian hari, dua rektor kampus besar itu secara semena-mena dicopot dari jabatannya. Alasannya, terlalu melindungi anak didiknya yang keras kepala. 
Di ITS, delapan fungsionaris DM masuk "daftar dicari" Detasemen Polisi Militer. Sepulang aksi dari Jakarta, di depan kos mereka sudah ditunggui sekompi tentara. Rektor ITS waktu itu, Prof Mahmud Zaki, ditekan langsung oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk segera membubarkan aksi dan men-drop out para pelakunya. Sikap rektor seragam, sebisa mungkin ia melindungi anak-anaknya. Beberapa berhasil tertangkap, sisanya bergerilya dari satu rumah ke rumah lain. Dalam proses tersebut, mahasiswa tetap "bergerak". Selama masih ada wajah yang aman dari daftar, mereka tetap konsolidasi, sembunyi-sembunyi. Pergolakan kampus masih panas, walau Para Rektor berusaha menutupi, intelejen masih bisa membaca jelas.

Baca Juga artike dibawah ini :
1. Sejarah Gerakan Mahasiswa (bagian 1)
2. Sejarah Gerakan Mahasiswa (bagian 3)
3. Komitemen Berlembaga 

Salam kasih untuk kita semua. Pada Postingan kali ini, saya mencoba menulis sejarah gerakan mahasiswa yang terjadi di era Pra Kemerdekaan. Dimana kekuatan pemuda di tahun 1908 yang selalu kita rayakan sebagai momentum kebangkitan nasional. Hingga pada deklarasi sumpah pemuda di tahun 1928. Dan yang terpenting adalah peran pemuda di tahun 1945 yang dikenal sebagai peristiwa Rengasdengklok sesaat sebelum memproklamasikan kemerdekaan. berikut uraiannya : 
Tahun 1908 - 1928 
Boedi Oetomo, merupakan wadah perjuangan yang pertama kali memiliki struktur pengorganisasian modern. Didirikan di Jakarta, 20 Mei 1908 oleh pemuda-pelajar-mahasiswa dari lembaga pendidikan STOVIA, wadah ini merupakan refleksi sikap kritis dan keresahan intelektual terlepas dari primordialisme Jawa yang ditampilkannya.
Pada konggres yang pertama di Yogyakarta, tanggal 5 Oktober 1908 menetapkan tujuan perkumpulan : Kemajuan yang selaras buat negeri dan bangsa, terutama dengan memajukan pengajaran, pertanian, peternakan dan dagang, teknik dan industri, serta kebudayaan.
Dalam 5 tahun permulaan BU sebagai perkumpulan, tempat keinginan-keinginan bergerak maju dapat dikeluarkan, tempat kebaktian terhadap bangsa dinyatakan, mempunyai kedudukan monopoli dan oleh karena itu BU maju pesat, tercatat akhir tahun 1909 telah mempunyai 40 cabang dengan lk.10.000 anggota.
Disamping itu, para mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Belanda, salah satunya Mohammad Hatta yang saat itu sedang belajar di Nederland Handelshogeschool di Rotterdam mendirikan Indische Vereeninging yang kemudian berubah nama menjadi Indonesische Vereeninging tahun 1922, disesuaikan dengan perkembangan dari pusat kegiatan diskusi menjadi wadah yang berorientasi politik dengan jelas. Dan terakhir untuk lebih mempertegas identitas nasionalisme yang diperjuangkan, organisasi ini kembali berganti nama baru menjadi Perhimpunan Indonesia, tahun 1925.
Berdirinya Indische Vereeninging dan organisasi-organisasi lain,seperti: Indische Partij yang melontarkan propaganda kemerdekaan Indonesia, Sarekat Islam, dan Muhammadiyah yang beraliran nasionalis demokratis dengan dasar agama, Indische Sociaal Democratische Vereeninging (ISDV) yang berhaluan Marxisme, menambah jumlah haluan dan cita-cita terutama ke arah politik. Hal ini di satu sisi membantu perjuangan rakyat Indonesia, tetapi di sisi lain sangat melemahkan BU karena banyak orang kemudian memandang BU terlalu lembek oleh karena hanya menuju "kemajuan yang selaras" dan terlalu sempit keanggotaannya (hanya untuk daerah yang berkebudayaan Jawa) meninggalkan BU. Oleh karena cita-cita dan pemandangan umum berubah ke arah politik, BU juga akhirnya terpaksa terjun ke lapangan politik.
Kehadiran Boedi Oetomo,Indische Vereeninging, dll pada masa itu merupakan suatu episode sejarah yang menandai munculnya sebuah angkatan pembaharu dengan kaum terpelajar dan mahasiswa sebagai aktor terdepannya, yang pertama dalam sejarah Indonesia : generasi 1908, dengan misi utamanya menumbuhkan kesadaran kebangsaan dan hak-hak kemanusiaan dikalangan rakyat Indonesia untuk memperoleh kemerdekaan, dan mendorong semangat rakyat melalui penerangan-penerangan pendidikan yang mereka berikan, untuk berjuang membebaskan diri dari penindasan kolonialisme. 
Tahun 1928 
Pada pertengahan 1923, serombongan mahasiswa yang bergabung dalam Indonesische Vereeninging (nantinya berubah menjadi Perhimpunan Indonesia) kembali ke tanah air. Kecewa dengan perkembangan kekuatan-kekuatan perjuangan di Indonesia, dan melihat situasi politik yang di hadapi, mereka membentuk kelompok studi yang dikenal amat berpengaruh, karena keaktifannya dalam diskursus kebangsaan saat itu. Pertama, adalah Kelompok Studi Indonesia (Indonesische Studie-club) yang dibentuk di Surabaya pada tanggal 29 Oktober 1924 oleh Soetomo. Kedua, Kelompok Studi Umum (Algemeene Studie-club) direalisasikan oleh para nasionalis dan mahasiswa Sekolah Tinggi Teknik di Bandung yang dimotori oleh Soekarno pada tanggal 11 Juli 1925.
Diinspirasi oleh pembentukan Kelompok Studi Surabaya dan Bandung, menyusul kemudian Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), prototipe organisasi yang menghimpun seluruh elemen gerakan mahasiswa yang bersifat kebangsaan tahun 1926, Kelompok Studi St. Bellarmius yang menjadi wadah mahasiswa Katolik, Cristelijke Studenten Vereninging (CSV) bagi mahasiswa Kristen, dan Studenten Islam Studie-club (SIS) bagi mahasiswa Islam pada tahun 1930-an.
Dari kebangkitan kaum terpelajar, mahasiswa, intelektual, dan aktivis pemuda itulah, munculnya generasi baru pemuda Indonesia yang memunculkan Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Sumpah Pemuda dicetuskan melalui Konggres Pemuda II yang berlangsung di Jakarta pada 26-28 Oktober 1928, dimotori oleh PPPI. 
Tahun 1945 
Dalam perkembangan berikutnya, dari dinamika pergerakan nasional yang ditandai dengan kehadiran kelompok-kelompok studi, dan akibat pengaruh sikap penguasa Belanda yang menjadi Liberal, muncul kebutuhan baru untuk menjadi partai politik, terutama dengan tujuan memperoleh basis massa yang luas. Kelompok Studi Indonesia berubah menjadi Partai Bangsa Indonesia (PBI), sedangkan Kelompok Studi Umum menjadi Perserikatan Nasional Indonesia (PNI).
Secara umum kondisi pendidikan maupun kehidupan politik pada zaman pemerintahan Jepang jauh lebih represif dibandingkan dengan kolonial Belanda, antara lain dengan melakukan pelarangan terhadap segala kegiatan yang berbau politik; dan hal ini ditindak lanjuti dengan membubarkan segala organisasi pelajar dan mahasiswa, termasuk partai politik, serta insiden kecil di Sekolah Tinggi Kedokteran Jakarta yang mengakibatkan mahasiswa dipecat dan dipenjarakan.
Praktis, akibat kondisi yang vacuum tersebut, maka mahasiswa kebanyakan akhirnya memilih untuk lebih mengarahkan kegiatan dengan berkumpul dan berdiskusi, bersama para pemuda lainnya terutama di asrama-asrama. Tiga asrama yang terkenal dalam sejarah, berperan besar dalam melahirkan sejumlah tokoh, adalah Asrama Menteng Raya, Asrama Cikini, dan Asrama Kebon Sirih. Tokoh-tokoh inilah yang nantinya menjadi cikal bakal generasi 1945, yang menentukan kehidupan bangsa.
Salah satu peran angkatan muda 1945 yang bersejarah, dalam kasus gerakan kelompok bawah tanah yang antara lain dipimpin oleh Chairul Saleh dan Soekarni saat itu, yang terpaksa menculik dan mendesak Soekarno dan Hatta agar secepatnya memproklamirkan kemerdekaan, peristiwa ini dikenal kemudian dengan peristiwa Rengasdengklok.


Baca Juga artike dibawah ini :
1. Sejarah Gerakan Mahasiswa (bagian 2)
2. Sejarah Gerakan Mahasiswa (bagian 3)
3. Komitemen Berlembaga 

Semoga bermanfaat

Model Pembelajaran CLIS

Wednesday, December 19, 2012
Posted by Unknown
Pembelajaran merupakan suatu proses  interaksi  peserta  didik dengan pendidik dan sumber belajar pada satu lingkungan belajar yang  dilakukan secara  aktif. Proses pembelajaran di  kelas seharusnya  sudah mengarah kepada  peran aktif siswa (student centered).  Pembelajaran yang  bersifat student  centered menggunakan teori  belajar   konstruktivistik yang  membantu siswa  untuk membentuk kembali, atau mentransformasi informasi  baru sehingga  menghasilkan suatu kreasi pemahaman baru. Salah satu alternatif model  pembelajaran yang  berlandaskan paradigma konstruktivistik adalah Children Learning in Science (CLIS).

Model CLIS dikemukakan oleh Driver di Inggris. Children’s Learning In Science (CLIS) berarti anak belajar dalam sains. Sciences dalam bahasa Indonesia ditulis sains atau Ilmu Pengetahuan Alam, didefinisikan sebagai suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah (Rohadi, 2001). Conant dalam Subiyanto (1990), mendefinisikan sains sebagai bangunan konsep yang saling berhubungan sebagai hasil dari eksperimen dan observasi. Sedangkan menurut Fisher dalam Riyanto (2000), sains adalah bangunan pengetahuan yang diperoleh menggunakan metode berdasarkan observasi, dengan adanya konsep-konsep baru tersebut kemudian akan mendorong dilakukannya eksperimen.

Berdasarkan definisi sains dapat diketahui bahwa ada dua aspek yang penting dari sains yaitu proses sains dan produk sains. Proses sains adalah metode, prosedur dan cara-cara untuk menyelidiki dan memecahkan masalah-masalah sains. Sedangkan produk sains adalah hasil dari proses berupa fakta, prinsip, konsep dan hukum sains (Claxton, 1991 dalam Riyanto, 2000). Unsur Sains meliputi proses, sikap dan produk, maka pembelajaran sains hendaknya dapat melibatkan siswa dengan ketiga unsur tersebut. Artinya tidak menekankan pada salah satu unsur dan mengabaikan unsur lain, melalui keterlibatan ini siswa diharapkan memiliki sikap ilmiah (jujur, teliti, ulet, tekun dan disiplin).

Dari beberapa penelitian sebelumnya, mengungkapkan bahwa pengaruh model pembelajaran CLIS  pada  pokok bahasan tertentu dapat meningkatkan pemahaman konsep  siswa. Kajian lain menyimpulkan bahwa  terdapat  peningkatan hasil  belajar siswa pada ranah kognitif, efektif, dan psikomotor setelah diimplementasikan model  CLIS  yang telah dikembangkan.
Model     Pembelajaran Clis Dengan Menggunakan Media Pembelajaran
Children Learning in Science (CLIS) merupakan model pembelajaran yang mempunyai  karakteristik yang dilandasi paradigma konstruktivisme dengan memperhatikan pengetahuan awal siswa. Pembelajaran berpusat pada siswa melalui aktivitas hands on/ minds on.
Model pembelajaran CLIS memiliki karakteristik :
  1. Dilandasi oleh pandangan konstruktivisme.
  2. Pembelajaran berpusat pada siswa.
  3. Melakukan aktivitas hands-on/ mind-on
  4. Menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar.

Model Pembelajaran CLIS memiliki lima tahapan yaitu :
  1. Orientasi. Guru memusatkan perhatian siswa  terhadap materi  yang  akan dipelajari berhubungan dengan kehidupan sehari-hari mereka.
  2. Pemunculan gagasan. Guru memunculkan konsepsi  awal siswa.
  3. Penyusunan gagasan ulang, dengan melalui  langkah sebagai berikut: (a) Pengungkapan dan pertukaran gagasan ; siswa  membentuk kelompok kecil, dan melakukan diskusi pengamatan dari tahap pemunculan gagasan. (b) Pembukaan situasi dan konflik ; Siswa  mencari pengertian ilmiah yang sedang dipelajari. Siswa mencari beberapa perbedaan antara konsepsi awal mereka dengan konsepsi ilmiah. (c) Konstruksi gagasan baru dan evaluasi ; Mengevaluasi  gagasan yang  sesuai  dengan materi  yang sedang dipelajari untuk mengkonstruksi gagasan baru.
  4. Penerapan gagasan. Setiap kelompok diberi pengamatan dan percobaan baru yang  lebih kompleks  tetapi  memiliki keterkaitan dengan konsep yang sedang dipelajari. Sehingga pengetahuan siswa menjadi bertambah dan berkembang.
  5. Mengkaji  ulang  perubahan gagasan. Guru memperkuat konsep ilmiah yang diperoleh siswa.
Penggunaan media pembelajaran pada model CLIS dimaksudkan sebagai  alat bantu ajar yang mendampingi guru agar siswa lebih mudah memahami sesuatu dari materi yang diajarkan.


Semoga Bermanfaat
Silahkan dikomentari agar terjadi transfer saran dan kritikan yang saling membangun




Konsep belajar juga dikenal sebagai kategori pembelajaran dan pencapaian konsep, sebagian besar didasarkan pada karya-karya psikolog kognitif Jerome Bruner. Bruner, Goodnow, & Austin (1967) pencapaian konsep yang didefinisikan (atau belajar konsep) sebagai "pencarian dan daftar atribut yang dapat digunakan untuk membedakan eksamplar dan non eksamplar dari berbagai kategori. Lebih sederhananya, konsep kategori mental yang membantu kita mengklasifikasikan benda-benda, peristiwa, atau ide-ide dan masing-masing objek, peristiwa, atau ide memiliki seperangkat fitur yang relevan.
Dengan demikian, konsep pembelajaran merupakan strategi yang mengharuskan seorang pelajar untuk membandingkan kelompok kontras dan atau kategori yang berisi fitur-konsep yang relevan dengan kelompok atau kategori yang tidak berisi fitur-konsep yang relevan. (Bruce Joice dkk, 1980 :37)
Kemampuan pemahaman konsep dalam pembelajaran fisika adalah tingkat kemampuan yang menuntut siswa mampu memahami arti atau konsep, situasi serta fakta yang diketahuinya. Dalam hal ini, siswa tidak hanya hapal secara verbal, tetapi mengerti atau paham terhadap konsep atau fakta yang dinyatakannya.
Selanjutnya, Agus Martawijaya dan Muhammad Natsir (2009 : 30) mengemukakan  bahwa  : pemahaman berkenaan dengan inti sari dari sesuatu, yaitu suatu bentuk pengertian yang menyebabkan seseorang mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat menggunakan materi itu tanpa harus menghubungkannya dengan materi lain. Pemahaman dapat dibedakan atas :

  1. Translasi, yaitu kemampuan untuk memahami suatu materi atau ide yang dinyatakan dengan cara asli yang di kenal sebelumnya.
  2. Interpretasi, yaitu kemampuan untuk memahami suatu materi atau ide yang direkam, di ubah, atau di susun dalam bentuk lain (grafik, tabel, atau diagram).
  3. Ekstrapolasi, yaitu kemampuan untuk meramalkan kelanjutan kecenderungan yang ada menurut data tertentu dengan mengemukakan akibat, konsekuensi, implikasi, dan sebagainya sejalan dengan kondisi yang digambarkan  dalam komunikasi yang ada.
Dalam proses pengembangan instrumen pembelajaran, kata-kata operasional yang cocok untuk tujuan pemahaman antara lain adalah menjelaskan, memperkirakan, mengubah, membedakan, mencontohkan dan membandingkan. Pada umumnya pertanyaan pemahaman konsep diajukan dengan tujuan agar siswa dapat mengiterpretasikan bahan informasi, kemudian menerjemahkannya ke dalam bentuk yang lain. Perlu diingat bahwa informasi yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan pemahaman, harus diberikan kepada siswa semisal, uraikan, bandingkan dan perjelas, karena pemahaman melibatkan proses mental sehingga sifatnya dinamis.


Semoga Bermanfaat
Ijin dikomentari agar tercipta suasana transfer ide dan kritikan yang lebih baik


Dalam rangka inovasi pengajaran fisika telah dikembangkan suatu pendekatan pembelajaran fisika yang disebut Pendekatan Pembelajaran  Konseptual Interaktif (ICI). Pendekatan ini memiliki ciri utama menekankan pada penanaman konsep terlebih dahulu diawal proses pengajaran, dan menggunakan sistem kolaborasi dalam kelompok kecil, menggunakan metode demonstrasi, dan mengutamakan diskusi yang nantinya diharapkan mampu memotivasi siswa sehingga berimpilikasi pada penguasaan konsep dan kemampuan komunikasi siswa.
Pendekatan pembelajaran ini adalah salah satu alternatif pembelajaran perubahan konseptual yang berbasis konstruktivistik. ICI yang dikembangkan oleh Savinainen dan Scott (2002) sangat mendukung perkembangan keterampilan berpikir siswa dimulai dari tingkatan pemahaman konsep yang memerlukan suatu proses interaktif yang memberi peluang mengembangkan gagasan melalui proses dialog dan berpikir. (Santyasa, dkk. 2004)
Sistem tradisional telah mendefiniskan bahwa berpikir yang baik adalah sebagai suatu masalah kemampuan kognitif atau keterampilan berpikir. Maka kini kita memiliki dua istilah: “kemampuan kognitif” dan “keterampilan berpikir”. Kemampuan kognitif akan dipengaruhi oleh pola berpikir, atau suatu kumpulan persepsi yang dibentuk dari pengalaman atau pelajaran masa lalu. Keterampilan berpikir merupakan kemampuan untuk menggunakan kumpulan pola berpikir. Dengan meningkatkan kemampuan kedua macam berpikir tersebut maka, seseorang akan dapat menjadi Pemikir yang baik.
Edward De Bones (1982 : 10-14) mendefenisikan berpikir sebagai bagian dari keterampilan operasi intelejensi yang bertindak atas pengalaman (untuk suatu tujuan). Defenisi ini lebih memfokuskan pada tiga unsur yaitu keterampilan operasi, intelegensi dan pengalaman. De Bones menyatakan bahwa pemikir adalah tujuan dan lebih menekankan konstruktivitas daripada kritikan. Tujuan pemikiran adalah untuk mencapai pemahaman yang lebih baik, keputusan atau tindakan yang di lakukan adalah bagian dari proses penghargaan terhadap ide dan bukan untuk membuktikan bahwa kita lebih pintar dibandingkan orang lain.

“The thinker treats thinking as a skill worth both practising and observing. He is able to think about thinking in general and his own thinking in particular. He is objective, and notes where his thinking is being less than effective. He is conscious of what needs doing even when he cannot do it. He surveys the thinking of others:not to find fault but as a map-maker might survey the tetrain. He is constructive rather than critical, and supposes that the purpose of thinking is to reach the better understanding, decision or course of action:not to prove that he is smarter than someone else. He appreciates an idea just as he might appreciate a beautiful flower, no matter in whose garden it may be growing”

Edward de Bones kemudian membagi pola berpikir menjadi dua yaitu kemampuan berpikir vertikal dan kemampuan berpikir lateral. Berpikir vertikal adalah pola berpikir logis konvensional yang selama ini kita kenal dan  umum dipakai. Pola  berpikir  ini  dilakukan  secara  tahap  demi  tahap berdasarkan  fakta yang ada,  untuk  mencari  berbagai  alternatif pemecahan masalah, dan akhirnya memilih alternatif yang paling mungkin menurut logika normal. Sedangkan berpikir lateral tetap menggunakan berbagai fakta yang ada, menentukan hasil akhir apa yang diinginkan, dan kemudian secara kreatif (seringkali tidak dengan cara berpikir tahap demi tahap) mencari alternatif pemecahan masalah dari berbagai sudut pandang yang paling mungkin mendukung hasil akhir tersebut.
Berpikir lateral sebagai metode berpikir yang memperhatikan masalah perubahan konsep dan persepsi. Sehingga perpikir lateral merupakan salah satu langkah untuk dapat berpikir secara lebih terbuka, fleksibel, dan kreatif terhadap rangsangan dari lingkungan sekitar. Dalam teori ini dikenalkan operasi PO. Operasi ini merupakan kependekan dari provocative operation, yaitu suatu operasi yang memprovokasi ide selanjutnya. PO digunakan untuk mengusulkan ide yang tidak harus merupakan solusi atau ide yang ‘baik’, tetapi mendorong untuk berpikir ke tempat baru dimana ide bisa dihasilkan. 
Pendekatan Pembelajaran konseptual interaktif (ICI) merupakan landasan pembelajaran keterampilan berpikir. Pendekatan ini terdiri atas empat tahapan yang tidak dapat dipisahkan, diantaranya 1). Conceptual focus, 2). Classroom interaction, 3). Research-based  materials,  dan 4). Use of texts. Dalam implementasinya, keempat komponen ini membentuk pembelajaran yang utuh.
Conceptual Focus 
Yaitu pengembangan ide-ide baru yang berfokus pada pemahaman konseptual dengan sedikit atau bahkan tanpa formulasi matematik. Pada tahap ini, pembelajaran dimulai dengan pendemonstrasian fenomena-fenomena yang berkaitan dengan pokok bahasan yang akan dipelajari.
Classroom Interaction
Merupakan tahapan model ICI yang kedua. Pada tahapan ini dilibatkan interaksi-interaksi kelas. Siswa dibentuk menjadi kelompok-kelompok yang heterogen. Tahapan ini didasari premis bahwa pembuatan makna merupakan dialog antar komunitas kelas untuk mengembangkan gagasan melalui proses berpikir. Dalam interaksi kelas, terjadi pembelajaran yang melibatkan teman sebaya.
Research-Based Materials. 
Pertanyaan dan jawaban pada tahap Conceptual focus digunakan dalam pembuatan makna. Ulangan berbasis penelitian berfungsi mengembangkan pemahaman siswa. Ulangan berbasis penelitian juga merupakan alat diagnostik, yaitu asesmen yang dapat mengukur pemahaman siswa. Tahapan ini dapat berfungsi sebagai acuan dalam pembelajaran lebih lanjut.
Use of Texts. 
Penggunaan buku teks dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman siswa secara lebih mendalam. Belajar dengan menggunakan buku teks dapat melibatkan siswa dalam proses berpikir, keterampilan berpikir kritis dan kreatif, keterampilan berpikir inti, dan menghubungkan pengetahuan yang diperoleh melalui diskusi dengan pengetahuan yang didapat pada buku.



Semoga Bermanfaat
Ijin dikomentari agar tercipta suasana transfer ide dan kritikan yang lebih baik

Semua model pengajaran ditandai dengan adanya struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur penghargaan (reward). Struktur tugas mengacu kepada dua hal, yaitu pada cara pembelajaran itu diorganisasikan dan jenis kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam kelas. Hal ini berlaku pada pengajaran klasikal maupun pengajaran dengan kelompok kecil, di mana siswa diharapkan melakukan sesuatu selama pengajaran itu, baik tuntutan akademik maupun sosial terhadap siswa pada saat mereka bekerja menyelesaikan tugas-tugas belajar yang diberikan kepadanya.

Struktur tugas berbeda sesuai dengan berbagai macam kegiatan yang dilaksanakan di dalam pendekatan pengajaran tertentu. Sebagai contoh, beberapa pelajaran membolehkan siswa duduk pasif sambil menerima informasi dari ceramah guru; pelajaran lain menghendaki siswa mengerjakan LKS dan pelajaran lain lagi menghendaki diskusi dan berdebat. Struktur tujuan suatu pelajaran adalah saling ketergantungan yang dibutuhkan siswa pada saat mereka mengerjakan tugas mereka. Terdapat tiga macam struktur tujuan yang telah berhasil diidentifikasi. Struktur tujuan disebut individualistic, jika pencapaian tujuan itu tidak memerlukan interaksi dengan orang lain dan tidak bergantung pada baik-buruknya pencapaian orang lain. Siswa yakin upaya mereka sendiri untuk mencapai tujuan tidak ada hubungannya dengan upaya siswa lain dalam mencapai tujuan tersebut. Dengan demikian setiap usaha yang dilakukan oleh suatu individu untuk mencapai tujuan merupakan saingan bagi individu lainnya.  

Struktur tujuan kooperatif terjadi jika siswa dapat mencapai tujuan mereka dengan siapa mereka bekerjasama mencapai tujuan tersebut. Tiap-tiap individu ikut andil menyumbang pencapaian tujuan itu. Tujuan kelompok akan tercapai apabila semua anggota kelompok mencapai tujuannya secara bersama-sama.


Struktur penghargaan untuk berbagai macam model pembelajaran juga bervariasi. Seperti halnya struktur tujuan yang dapat diklasifikasi menjadi individualistik dan kooperatif. Struktur penghargaan individualistik terjadi bila suatu penghargaan itu bisa dicapai oleh siswa manapun tidak bergantung pada pencapaian individu lain, sedangkan struktur penghargaan kooperatif sebaliknya, yakni situasi di mana upaya individu membantu individu lain mendapat penghargaan menggunakan struktur penghargaan kooperatif. 
     

Pengorganisasian pembelajaran kooperatif dicirikan oleh struktur tugas, tujuan, dan penghargaan kooperatif. Siswa yang bekerja dalam situasi pembelajaran kooperatif didorong dan dikendalikan untuk bekerja sama pada suatu tugas bersama, dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugasnya. Terdapat tiga langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif. Pelajaran dimulai dengan (1) guru menyampaikan tujuan pelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar. Fase ini diikuti oleh penyajian informasi, seringkali dengan bahan bacaan daripada secara verbal. Selanjutnya (2) siswa dikelompokkan ke dalam tim-tim belajar. Tahap ini diikuti bimbingan guru pada saat siswa bekerja bersama untuk menyelesaikan tugas bersama mereka. Fase terakhir pembelajaran kooperatif meliputi (3) presentasi hasil akhir kerja kelompok, atau evaluasi tentang apa yang telah mereka pelajari dan memberi penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu. 

Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan prinsip Konstruktivisme dari Vygotsky, yang menganggap bahwa siswa lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit, jika mereka saling mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya. Pembelajaran kooperatif mengacu pada metode pengajaran dimana siswa bekerja sama dalam kelompok kecil yang saling membantu dalam belajar. Dalam Solihatin (2007: 4), Slavin menyatakan bahwa, pembelajaran kooperatif  merupakan suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompok yang bersifat  heterogen. Untuk mencapai tujuan pembelajaran ditawarkan berbagai pendekatan maupun metode yang bisa diterapkan oleh guru selama pembelajaran berlangsung. 

STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin, dan merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Guru yang menggunakan STAD, juga mengacu kepada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu menggunakan presentasi verbal atau teks. Siswa dalam suatu kelas tertentu dipecah menjadi kelompok, haruslah heterogen, terdiri dari laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya dan kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui tutorial, kuis, satu sama lain dan atau setiap 2 minggu siswa diberi kuis. Kuis itu di skor, dan tiap individu diberi skor perkembangan.


Semoga Bermanfaat

Ijin dikomentari agar tercipta suasana transfer ide dan kritikan yang lebih baik

Pembahasan mengenai Fisika, diawali dengan pengertian, sumber-sumber pengetahuan, ilmu pengetahuan dan ilmu pengetahuan alam, sehingga dapat diperoleh suatu kejelasan akan batasan-batasan dari hal tersebut. Agus Martawijaya (2004 :1-2)  mengemukakan bahwa pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahuai oleh seseorang tanpa menghiraukan benar atau salahnya serta dari mana datangnya. Suatu pengetahuan dapat diperoleh dari berbagai sumber, diantaranya panca indera, pikiran dan wahyu para nabi/rasul serta intuisi manusia yang merupakan gabungan antara pikiran dan perasaan. Sementara ilmu pengetahuan merupakan bagian dari pengetahuan yang kemudian telah teruji kebenarannya. Kebenaran yang dimaksudkan adalah 1). Kebenaran ilmu, yaitu benar secara deduktif maupun induktif, 2). Kebenaran filosofis, yang berdasar pada logika atau rasio, 3). Kebenaran pragmatis, dimana suatu pernyataan dapat dianggap benar jika ia berfungsi dan atau berefek secara praktis.

Dari uraian tersebut, maka dapat diperoleh pemahaman bahwa ilmu pengetahuan alam merupakan ilmu pengetahuan yang obyeknya adalah alam dengan segala isinya yang berupa benda-benda konkret. Secara harfiah, ilmu pengetahuan alam (IPA) berasal dari bahasa Inggris ”Science” yang berarti ilmu mengenai alam atau ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam.

Dalam Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), fakta (hasil observasi) memegang peranan yang sangat penting. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Fisher bahwa IPA adalah sekumpulan  pengetahuan yang diperoleh melalui metode-metode yang berdasarkan observasi. Selain itu, Einstein mengemukakan bahwa IPA bermula dari fakta dan berakhir pada fakta. Batasan lain yang sifatnya lebih spesifik dikemukakan oleh Athur A.Carin yang menyatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematik, dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam.

Selain itu, Agus Martawijaya (2004 :4) menjelaskan bahwa dari batasan tersebut, maka IPA memiliki tiga makna yaitu : 1) IPA terdiri atas beberapa disiplin ilmu (Fisika, Biologi, Kimia, Geologi, Geofisik dan Astronomi), 2) IPA adalah sekumpulan pengetahuan yang mencakup fakta, konsep, hipotesis, azas, teori, dan hukum yang telah dirumuskan oleh para ilmuan melalui proses ilmiah dan,  3) Pengetahuan dalam IPA diperoleh melalui metode ilmiah sehingga memenuhi ciri keilmuan.

Pendidikan formal merupakan salah satu jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang. Terdiri dari pendidikan formal berstatus negeri dan pendidikan formal berstatus swasta. Tercapainya tujuan pendidikan secara menyeluruh tidak lepas dari peran dan fungsi sekolah sebagai bagian dari pendidikan formal tersebut. Sekolah merupakan tempat pengembangan kurikulum, yang meliputi tujuan pembelajaran, bahan pembelajaran yang tersusun secara sistematis, strategi pembelajaran dan sistem evaluasi yang berperan untuk mengetahui sejauh mana tujuan itu tercapai. Sehingga untuk mengembangkan potensi peserta didik dalam kuantitas yang besar sambil mempertahankan kualitas pendidikan, bukanlah tugas yang mudah namun diperlukan tindakan nyata yang komprehensip dan terpadu. Usaha peningkatan tersebut tentunya tidak lepas dari peningkatan kualitas tenaga pendidik itu sendiri. Peningkatan kualitas tenaga pendidik mutlak diperlukan seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tuntutan perkembangan pembangunan yang membutuhkan tenaga-tenaga terampil, kreatif dalam disiplin keilmuannya.

Fisika merupakan salah satu mata pelajaran yang selalu dianggap momok bagi siswa, ketakutan akan banyaknya rumus-rumus membuat hilangnya motivasi belajar siswa pada mata pelajaran ini. Begitu pula dengan matematika, dengan implementasi dan penggunaan metode yang tidak tepat, mampu berpengaruh besar pada kecenderungan dan minat belajar siswa pada matematika. Begitu banyak alternative yang dapat diterapkan untuk mengubah paradigma negative tersebut dikalangan siswa, contohnya saja dengan menggunakan media berbasis komputer sebagai salah satu instrument yang dapat menyalurkan pesan, merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan siswa sehingga mampu mendorong proses belajarnya. Dengan demikian, sangat bermanfaat untuk siswa dan tentunya para guru pun termotivasi untuk mengembangkan ilmu komputer yang dimilikinya. Sehingga memberikan efek yang baik dan beresensi pada hasil pengalaman belajar siswa yang tentunya akan lebih interaktif dalam kelas dan menambah pengetahuan serta pemahaman  konsep Fisika siswa itu sendiri.


Hamalik (1986) dan Azhar Arsyad (2002) mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan pembelajaran dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Penggunaan media pembelajaran akan sangat membantu efektifitas proses pembelajaran serta penyampaian pesan dan isi pelajaran sehingga dapat membantu siswa meningkatkan pemahamannya, karena menyajikan informasi secara menarik dan terpercaya. Selain itu media pembelajaran juga dapat memudahkan penafsiran data dan memadatkan informasi. Hal ini memungkinkan tercapainya tujuan pembelajaran, yang pada akhirnya dapat meningkatkan proses dan hasil belajar siswa.


Beberapa konsep dalam Fisika, pada dasarnya memerlukan media untuk menjelaskan secara detail konsep tersebut.  Misalnya : Listrik Statis dan Listrik Dinamis, materi ini cukup banyak memiliki konsep yang abstrak untuk siswa. Penggambaran arus listrik dalam suatu rangkaian, hukum Ohm dan hukum Kirchoff tentunya membutuhkan media untuk menjadikannya lebih konkret dan memperjelas materi-materi yang memiliki konsep yang abstrak. Semisal juga pada materi impuls dan momentum, dengan menggunakan media berbasi computer, maka penggambaran interaksi besaran-besaran fisis pada peristiwa tumbukan lebih jelas, penyajian contoh-contoh penerapan konsep impuls dan momentum yang pada awalnya hanya membuat siswa berkhayal, namun dengan adanya media berbasis komputer dapat membantu merubah konsep-konsep yang abstark menjadi lebih konkret.
Secara naluriah, sejak dulu, berbagai bangsa di dunia bernafsu saling menguasai bangsa lain agar mendapat sumber daya untuk mempertahankan kelangsungan kekuasaan dan kesejahteraan. Hegemoni muncul setelah terjadi penguasaan satu kelompok atas kelompok lain dengan atau tanpa kekerasan. Di masa lalu, penguasaan ditempuh dengan invasi militer. Meski kondisinya menipis, kebutuhan akan sumber daya alam terus meningkat. Maka, dapat dipahami jika praktik intervensi satu negara atas negara lain masih terus terjadi. Selain untuk mewujudkan kondisi geopolitik yang menguntungkan, intervensi juga untuk kepentingan ”pengisapan” sumber daya alam. Hanya saja, caranya lebih canggih, tidak lagi menggunakan pendekatan militer, tetapi lebih menggunakan front multidimensional (ideologi, politik ekonomi, dan budaya) yang memanfaatkan kemajuan teknologi, serta konsep manajemen yang canggih. Ibaratnya kini, armada-armada tempur digantikan lembaga-lembaga internasional yang amat berpengaruh (IMF, Bank Dunia, WTO, CGI, dan sebagainya). Divisi-divisi tempur diganti perusahaan raksasa transnasional yang nantinya akan menjadi asset dan modal awal untuk melakukan penindasan secara menyeluruh namun bukan perang secara fisik tapi perang urat syaraf akan kembali berjaya dan dilakonkan oleh Negara-negara yang menganggap dirinya telah besar. Amunisi dan peluru diganti mata uang dan surat-surat berharga yang dikendalikan dengan amat piawai. Kegiatan intelijen tak lagi terbatas mengetahui kegiatan lawan, tetapi dirancang untuk menciptakan kekacauan dan melumpuhkan sistem pertahanan suatu negara agar memiliki ketergantungan kepada negara adidaya. Tembakan meriam dan peluru kendali digantikan oleh pengiriman bantuan yang mengikat, ideologi, dan budaya baru yang membingungkan generasi muda, serta menciptakan LSM-LSM dan birokrasi yang tunduk kepada kemauan negara adidaya. 
Jika semua itu berhasil dilakukan, maka inilah yang disebut dengan hegemoni adidaya.

Posisi Indonesia
Jika kita berani jujur, sebenarnya Indonesia telah masuk penguasaan hegemoni adidaya dan percaturan dogma Clash of Civilization. Daftar pertanyaan amat sederhana ini dapat menjadi indikator posisi kita. Jawaban yang lebih banyak ”ya” daripada ”tidak” berarti Indonesia bebas dari hegemoni adidaya, atau sebaliknya.
Daftar pertanyaan itu: (1) Apakah sebagai negara bangsa, Pancasila sebagai ideologi bangsa masih dipahami dan dibanggakan oleh generasi mudanya?; (2) Apakah semangat nasionalisme di antara rakyat masih dapat dipertahankan?; (3) Apakah demokrasi yang dikembangkan sudah sesuai jati diri bangsa dan dipahami oleh seluruh rakyatnya?; (4) Apakah Indonesia telah mampu membayar utang-utangnya tanpa mengganggu usaha menyejahterakan rakyat?; (5) Apakah perusahaan besar yang menguasai hajat hidup rakyat dikuasai modal dalam negeri?; (6) Apakah sebagai negara agraris kita telah mampu berswasembada pangan?; (7) Apakah masyarakat Islam yang menjadi mayoritas penduduk mampu bersatu mewarnai kebersamaan untuk menolak hegemoni?; (8) Apakah pemerintah yang mewakili rakyat Indonesia berani menentang keputusan IMF?; dan (9) Apakah militer kita masih diperhitungkan sebagai kekuatan andal di Asia Tenggara?
Di tengah bayang-bayang hegemoni adidaya, ada dua pilihan. Pertama, menyerah dan menggadaikan masa depan bangsa kepada pihak asing tanpa dapat menentukan nasib sendiri. Menyedihkan. Namun, pilihan ini tak merepotkan, utamanya bagi para tokoh bangsa yang saat ini sedang dipercaya rakyat untuk melanggengkan kekuasaannya memimpin Indonesia.
Kedua, bangkit sebagai bangsa penuh harga diri dan martabat yang memiliki masa depan lebih baik untuk generasi berikutnya. Pilihan ini tidak mudah sebab mempersyaratkan keberanian, kebersamaan, semangat pantang menyerah, dan ”berani menderita” dari seluruh rakyatnya. Yang lebih penting lagi, dibutuhkan keberanian para pemimpinnya untuk keluar dari ”ketertindasan”, dengan risiko paling buruk sekalipun.
Akan banyak orang meragukan, mungkinkah pilihan kedua itu dapat dilakukan. Namun, mari lihat Vietnam. Negeri yang baru lepas dari perang puluhan tahun dan meluluhlantakkan sendi- sendi nasionalnya itu dalam waktu singkat telah berkembang secara spektakuler. Lihat pula Malaysia. Keteguhannya melawan cengkeraman hegemoni adidaya telah mampu membawa bangsanya terhindar dari nasib seperti Indonesia. Pada akhirnya, sejarahlah yang akan membuktikannya nanti (dikutip dalam tulisan : JEND. TNI (PURN) WIRANTO)

Posisi Mahasiswa
Dengan melihat kondisi diatas maka selain pemerintah, sosok seorang mahasiswa sangat pila diperlukan. Seiring gerak dan perubahan zaman yang terjadi dinegeri ini, mulai dari proses proklamasi bangsa ini, era orde lama, orde baru, dan era reformasi yang telah memasuki usia 10 tahunnya. Tidak ada satupun perubahan mendasar yang terjadi dinegeri ini yang tidak luput dari peran-peran Mahasiswa, yang pada dasarnya merupakan salah satu aktualisasi dari perang mahasiswa sebagai salah satu bentuk pengabdian terhadap masyarakat yang tertuang dalam Tridarma perguruan tinggi. Dimana dalam tridarma perguruan tinggi, tugas yang ada diembang mahasiswacukuplah jelas apalagi ketika kita berbicara mengenai sosial kemasyarakatan tantunya kaliamat ”sosial kontrol” tak lagi asing ditelinga orang-orang yang menganggap dirinya sebagai seorang ontelek sejati. . Mahasiswa sebagai kaum intelektual mestinya jeli melihat kondisi masyarakat saat ini, karena skali lagi itu memang sudah merupakan salah satu tugas dan tanggungjawabnya.
Peran-peran mahasiswa dalam mengantarkan bangsa ini khususnya masyarakat menuju kondisi idealnya itu tidak pernah sedikit pun lepas dari berbagai polemik yang kian datang silih berganti selalu berusaha mencekoki gerakan mahasiswa. Padahal menurut salah seorang filosof muslim Ali Syariati bahwa dalam sturktur masyarakat yang menempati piramida piramida paling atas adalah kaum-kaum tercerahkan dan yang dimaksud kaum tercerahkan disini adalah mahasiswa, walaupun sebenarnya tidak semua mahasiswa masuk pada kategori tercerahkan. Ketika kita mau mengacu pada proses gerakan mahasiswa, terlalu banyak dangan masyarakat yang harus kita perhatikan, namun yang jelasnya mahasiswa haruslah memenuhi beberapa aspek yang harus ia pertanyakan dalam dirinya, meliputi :
  1. Sejauh mana mahasiswa itu mengetahui persoalan masyarakat
  2. Sejauh mana konsep gerakan mahasiswa yang ia kuasai
  3. Strategi apa yang akan membantu dalam melakukan gerakan kemahasiswaan.
Dengan melihat sebuah fenomena yang terjadi sejauh ini, terkadang pergerakan kemahasiswaan telah melakukan pergeseran tradisi. Kehidupan kemasiswaan hanyalah sebatas kehidupan bersekretariat, malakukan program kerja ataukah sesekali hanya melakukan aksi ataukah demonstrasi yang ujung-ujungnya hanya bisa dikatakan ”panas-panas tai ayam”. Sebuah pergeseran yang sangat jauh dari sebuah subtantivitas pergerakan mahasiswa. 

Melihat kenyataan itu, hanya ada satu pertanyaan awal yang akan terucap dari mulut si-penulis: Apakah kau akan terus terdiam melihat hal itu yang secara terus-menerus mengikis tradisi keeksisitensian mahasiswa?
Secara naluri, jawabannya mungkin adalah ”tidak” tapi lagi-lagi semua bergantung pada siapa yang yang menganggap dirinya mahasiswa.
Sadar atau tidak sadar, mahasiswa juga merupakan sebuah kekuatan politis dari sebuah negara, olehnya itu ketika kita tidak mampu memperkokoh pondasi dan bersatu dalam sebuah kehidupan kelembagaan maka sebuah dominasi dan hegemoni akan melihtnya sebagai celah untuk melakukan perombakan dalam sebuah kehidupan ketatanegaraan.
Sebuah pertanyaan akan kembali terucap ” apakah semangat nasionalisme sebagai rakyat masih akan mampu dipertahankan???
Sebuah solusi yang mungkin hanya bisa ditertawai oleh segelintir atau semua orang. Ketika kita tidak memulai dari hal yang terkecil maka sesuatu itu tak akan mampu menjadi besar. Solusinya adalah :
  1. Mempertegas komitmen berlembaga
  2. Membangun komunitas kreatif untuk melawan sebuah dominasi tanpa dengan fisik dan uang tapi dengan kekuatan pikiran.
Welcome to My Blog

Selamat Datang

SC Indonesia Cabang Barru Blog hadir sebagai wadah untuk kita bisa saling berbagi saran, kritikan, ilmu dan opini yang bersifat membangun. Tak bisa dipungkiri, saat ini kita masih dalam tahap belajar dan itulah yang kemudian saya anggap sebagai sebuah dinamika tanpa batas. Semoga apa yang termuat dalam blog ini, bisa bermanfaat untuk kita semua.

Salam kasih

Popular Post

- Copyright © SCI BARRU -Robotic Notes- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -